JAKARTA, KOMPAS.com – Penangkapan Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, oleh Polda Metro Jaya menuai sorotan publik.
Dugaan pelanggaran prosedur sejak awal penangkapan hingga penggeledahan kantor mencuat ke permukaan.
Informasi tersebut disampaikan Founder Lokataru Foundation, Haris Azhar, pada Rabu (3/9/2025).
Penangkapan Delpedro terjadi pada Senin (1/9/2025) malam sekitar pukul 22.45 WIB.
Baca juga: Kritik Polisi Tangkap Delpedro, Benny Harman: Negara Gagal Hadir!
Sebanyak 7–8 anggota Subdit II Keamanan Negara Polda Metro Jaya mendatangi kantor Lokataru Foundation di Jalan Kunci Nomor 16, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.
Delpedro yang saat itu berada di ruang kerjanya diminta berganti pakaian sebelum dibawa ke Polda Metro Jaya.
Ia sempat mempertanyakan legalitas dokumen yang ditunjukkan aparat serta meminta pendampingan kuasa hukum, tetapi tidak dikabulkan.
“Terjadi pembatasan hak konstitusional. Bahkan Delpedro tidak diberi kesempatan menghubungi keluarga atau penasihat hukum,” tulis Haris Azhar.
Lokataru juga menuding polisi melakukan penggeledahan tanpa surat resmi dan merusak CCTV di lantai dua. Hal ini dinilai sebagai bentuk intimidasi sekaligus pelanggaran hak asasi.
Selain Delpedro, staf Lokataru, Muzaffar Salim, ikut diamankan pada Selasa (2/9/2025) dini hari sekitar pukul 01.58 WIB di kantin belakang Polda Metro Jaya.
Baca juga: Polisi Ungkap Cara Delpedro Marhaen Hasut Pelajar Ikut Aksi Anarkistis
Penangkapan berlangsung mendadak dan Muzaffar langsung dijadikan tersangka dengan pasal serupa.
Polda Metro Jaya menjerat Delpedro dan Muzaffar dengan sejumlah pasal, di antaranya:
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, penyidik memiliki bukti cukup untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Baca juga: Sederet Kejanggalan Penangkapan Delpedro dan Satu Staf Menurut LBH dan Lokataru
“Saudara DMR diduga melakukan tindak pidana menghasut, menyebarkan informasi bohong yang menimbulkan kerusuhan, dan memperalat anak,” ujar Ade Ary, Selasa (2/9/2025).
LBH Jakarta menilai penangkapan tersebut tidak sah karena dilakukan sebelum status tersangka diumumkan.