Manusia telah mengenal emas sejak 4.000 SM dan menggunakannya sebagai perhiasan serta alat tukar dalam peradaban kuno.
Dalam Islam, emas menjadi bagian dari sistem dual currency, yaitu dinar (emas) dan dirham (perak).
Dalam Al-Qur'an, emas dan perak disebutkan sebagai perhiasan dunia (QS Ali ‘Imran (3): 14; QS Az-Zukhruf (43): 35, larangan menimbunnya (QS At-Taubah (9): 34-35), serta sebagai janji kenikmatan di surga seperti perhiasan, pakaian, piring gelas QS Al-Insan (76): 15-16; QS Al-Kahfi (18:31); QS Al-Hajj (22): 23; Faathir (35): 33); Az-Zukhruf (43):71; Al-Waaqi’ah (56):15).
Seiring peralihan zaman yang dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi, politik, dan teknologi, emas dan perak yang tadinya mata uang berubah menjadi ke sistem uang fiat sehingga emas cenderung dianggap sebagai alat investasi.
Baca juga: Bangun Ekosistem Bank Bullion, BSI Bakal Fokus pada Bisnis Penitipan dan Perdagangan Emas
Di Indonesia, investasi emas telah menjadi primadona karena stabilitas nilainya dalam jangka panjang.
Pada saat yang bersamaan, Indonesia memiliki cadangan emas terbesar ke-6 sebanyak 2.600 ton dan penghasil emas terbesar ke-8 sebesar 110 ton pertahun (US Geological Survey, 2023).
Manfaat atas kehadiran Bank Bullion yang baru diresmikan antara lain adalah mengurangi ketergantungan ekonomi, memperkuat cadangan moneter, dan membuka lapangan kerja, yang sejalan dengan kebijakan hilirisasi pemerintah.
Sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah solusi perencanaan keuangan syariah yang inovatif dan aman karena dapat mengalahkan nilai inflasi, pajak dan fluktuasi mata uang; emas dapat digunakan untuk membayar zakat, infak, wakaf.
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 atau Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) Pasal 130-131 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 17 Tahun 2024, Bank Bullion adalah bank emas yang kegiatan usahanya berkaitan dengan emas baik yang bersifat penyimpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan dan/atau kegiatan lainnya yang dijalankan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Jika LJK ini adalah LJK syariah maka semua kegiatannya harus menggunakan prinsip-prinsip syariah yaitu bukan hanya bertujuan komersil tetapi juga sosial.
Baca juga: Apa Itu Bullion Bank? Bank Emas Pertama di Indonesia
LJK syariah harus beroperasi tanpa mengandung unsur riba, gharar (ketidakpastian), maysir (judi), dharar (merusak), zalim (menyakiti), dan haram (tidak diperbolehkan).
Maka dari itu, akad syariah yang digunakan adalah qard (pinjaman), wadiah (titipan), murabahah (jual beli dengan margin keuntungan), musyarakah (kemitraan), ijarah (sewa), serta zakat, infak, wakaf.
Kegiatan yang menggunakan emas sudah dijalankan oleh LJK syariah sejak 2002, rujukannya adalah Fatwa No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas, Fatwa No. 77/DSN-MUI/V/2010 tentang Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai, adapun terkait emas digital, secara prinsip diperbolehkan yang diputuskan di dalam Workshop Pra-Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) IX 2024.
Dari sisi hukum, ada beberapa ikhtilaf (perbedaan) berkenaan transaksi emas. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: (Jual beli) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai.
Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai (HR Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit).