JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan 1,3 juta ton beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disalurkan Perum Bulog tidak dioplos dan tak dijual mahal.
Pernyataan Amran menyusul temuan Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri bahwa 86 persen beras SPHP yang dijual di pasar tradisional dan ritel modern sebelumnya dioplos menjadi beras premium.
Namun kali ini, Amran menyebut 1,3 juta ton beras SPHP yang digelontorkan selama enam bulan atau periode Juli-Desember 2025 sesuai dengan standar dan mutu.
Adapun operasi beras yang disalurkan saat ini merupakan beras medium dengan kemasan 5 kilogram (kg).
Baca juga: Cerita Mentan Amran Pernah Hidup Susah, Makan Beras Dicampur Pisang
Menurut dia, Bulog selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor pangan tidak melakukan tindakan penipuan dengan memainkan kemasan beras yang disubsidi pemerintah.
Misalnya, mencampurkan jenis beras yang berbeda dalam satu kemasan, lalu dijual mahal.
“Oh kali ini enggak berani. Ini pelat merah (BUMN) ini semua, enggak berani. Ini Bapak Presiden perintahkan, enggak berani, aku saja tidak berani, apalagi mereka mana berani mau oplos, sesuai standar 1,3 juta sesuai spek yang ada di kemasan,” ujar Amran saat gelaran seremonial penyaluran beras SPHP di Kantor Pos Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (18/7/2025).
Sebagai informasi, 86 persen beras SPHP yang dijual di tingkat konsumen sudah dioplos menjadi beras premium.
Perkaranya, beras subsidi pemerintah ini dijual mahal.
Ia mencatat, potensi kerugian konsumen akibat oplosan beras SPHP mencapai Rp 99 triliun dalam setahun.
Jika berlangsung lima hingga sepuluh tahun, angka kerugian bisa jauh lebih besar.
Untuk kerugian negara, Kementerian Pertanian masih melakukan perhitungan.
Penilaian akhir akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kerugian negara kita estimasi, hitungan dengan tim, tapi kita serahkan pada penegak hukum. Itu SPHP yang ada, ini sementara pelacakan, penyelidikan. Ini SPHP diserahkan pada toko 20 persen etalase, 80 persen dioplos jadi premium,” ujar Amran.
“Itu satu Pak, ini kerugian negara. Kalau ini Rp 99 triliun itu adalah masyarakat, sebenarnya ini satu tahun, tapi kalau ini terjadi 10 tahun atau 5 tahun, ini bukan hari ini terjadi, ini sudah berlangsung lama, Pak. Tetapi nanti angkanya sudah pasti bukan Rp 100 triliun, pasti di atas,” lanjutnya.
Amran juga mengungkap hasil pengujian terbaru terhadap beras yang beredar di pasaran.
Sebanyak 90 persen tidak memenuhi standar mutu.
Angka itu berdasarkan hasil uji laboratorium Kementerian Perdagangan beberapa waktu lalu.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini