JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) batal meluncurkan Payment ID pada Minggu (17/8/2025) atau pada saat Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dicky Kartikoyono mengatakan, sistem transaksi Payment ID masih bersifat uji coba.
"Sampai hari ini belum ada Payment ID, masih sandbox (lingkungan uji coba)," kata dia, seperti telah diberitakan Rabu (13/8/2025).
Sedikit catatan, sandbox adalah lingkungan uji coba yang dipergunakan untuk tahapan pengembangan perangkat lunak, teknologi, atau regulasi.
Baca juga: 5 Hal Penting soal Payment ID BI, dari Uji Coba Penyaluran Bansos hingga Privasi Data
Setelah dipastikan batal diluncurkan pada Hari Ulang tahun (HUT) ke-80 RI, Minggu (17/8/2025), belum ada penegasan resmi kapan Payment ID mulai berlaku.
Meski demikian, Dicky menerangkan bahwa Payment ID disiapkan untuk keperluan peluncuran program bantuan sosial non tunai di Banyuwangi, Jawa Timur pada September 2025.
Adapun peran Payment ID dalam penyaluran bansos masih menunggu ketentuan resmi dari pemerintah.
“Kita lagi tunggu, seperti apa yang harus kita bantu dengan melihat data yang ada di sistem keuangan," kata Dicky.
Baca juga: BI Siap Uji Coba Payment ID, Pantau Detail Transaksi Warga
Payment ID adalah kode unik yang terdiri dari kombinasi sembilan karakter huruf dan angka. Kode ini akan terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Dengan begitu, Payment ID bisa menunjukkan transaksi keuangan pemiliknya, baik dari rekening bank, dompet digital, maupun kanal pembayaran lainnya.
Implementasi Payment ID rencananya bakal dilakukan secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan berjalan mulai 2027. Kemudian, tahap selanjutnya pada 2029 dengan menggandeng berbagai lembaga.
Baca juga: Apa Itu Payment ID, Manfaat, dan Tantangannya?
Sebelumnya, peluncuran Payment ID mengundang kekhawatiran publik. Warga khawatir jika sistem keuangan tersebut bakal digunakan pemerintah untuk memantau atau "memata-matai" transaksi nasabah.
Namun, Dicky memastikan bahwa Payment ID tidak akan digunakan untuk mengecek satu per satu transaksi keuangan masyarakat.
"Bahwa isu Bank Indonesia ingin memata-matai, ingin mengetahui ruang privat individu masyarakat, itu tidak mungkin," kata dia.
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI itu menyampaikan, bank sentral hanya berorientasi pada ranah kebijakan publik, bukan pada ranah individu. Oleh karena itu, jika bank sentral "memata-matai" ruang privat masyarakat, maka hal itu sama saja dengan melanggar Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.
Sebaliknya, Dicky menerangkan bahwa Payment ID akan digunakan untuk mengukur potensi perekonomian di sektor tertentu. Potensi itu diukur berdasarkan konsumsi dan transaksi masyarakat.
Baca juga: Istana Ingatkan Data Payment ID Tak Boleh Disalahgunakan, Singgung UU PDP