Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Teh Dunia Lesu gara-gara Bubble Tea, Mengapa?

Kompas.com - 19/08/2025, 18:22 WIB
Suparjo Ramalan ,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Sumber CNBC

JAKARTA, KOMPAS.com – Harga teh global tengah mengalami tekanan. Data Trading Economics per 2 Agustus 2025 mencatat harga teh turun ke 199,68 rupee India per kilogram, melemah 2,06 persen dalam sehari.

Bahkan, koreksi mencapai 3,04 persen dalam sebulan, dan jatuh 6,14 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Kelesuan pasar teh klasik ini kontras dengan ledakan industri minuman berbasis teh yang lahir dari China, yakni bubble tea alias teh boba.

Baca juga: Minat Franchise Minuman Boba dengan Modal di Bawah Rp 10 Juta? Simak Ini

Ilustrasi gerai bubble tea dan es krim Mixue.WIKIMEDIA COMMONS/FIRZAFP Ilustrasi gerai bubble tea dan es krim Mixue.

 

Dikutip dari CNBC, Selasa (19/8/2025), perkiraan nilai industri bubble tea global akan melesat dari 2,83 miliar dollar AS pada 2025 menjadi hampir 4,78 miliar dollar AS pada 2032.

China menjadi pusat gravitasi tren ini. Tiga raksasa, yakni Mixue Group, Guming Holdings, dan Auntea Jenny, bahkan sukses menghimpun dana lebih dari 700 juta dollar AS lewat IPO di Bursa Hong Kong tahun ini.

Fenomena itu menegaskan keyakinan investor bahwa selera generasi muda pada minuman manis bercampur boba lebih tahan lama ketimbang fluktuasi permintaan teh tradisional.

Mixue, khususnya, menjelma ikon global. Dengan lebih dari 46.000 gerai per akhir 2024, jaringan ini sudah melampaui Starbucks, McDonald’s, bahkan Subway dari sisi jumlah outlet.

Baca juga: Bukan McD atau KFC, Mixue Jaringan Restoran Fast Food Terbesar di Dunia

Strateginya sederhana tapi agresif, yakni harga sangat murah, ekspansi kilat, dan model franchise massal.

Hanya dalam setahun, jumlah toko Mixue tumbuh 22 persen, sebuah laju yang sulit ditandingi jaringan gerai makanan dan minuman mana pun.

Namun, pesatnya ekspansi itu menyimpan sisi rapuh. Tingkat penutupan gerai Mixue diperkirakan mencapai 20 persen, menunjukkan sulitnya menjaga kualitas di tengah ekspansi besar-besaran. Persaingan harga di pasar domestik pun semakin ketat.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau