JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Komisaris Utama PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) Djonny Wiguna mengatakan keputusan Menteri Keuangan dilanggar supaya Jiwasraya bisa tetap bertahan dan pemegang polis tidak dirugikan.
Hal ini dijelaskan Djonny yang dicecar Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan investasi PT Asuransi Jiwasraya (AJS) tahun 2008-2018 untuk terdakwa mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata.
“Demi pemegang polis. 3,2 Juta pemegang polis kalau mati yang tanggung jawab siapa? Pemerintah juga kan? Gitu loh,” jawab Djonny dalam persidangan hari ini, Selasa (2/9/2025).
Dalam persidangan, jaksa menyinggung soal tindakan Isa bersama para terpidana lain yang mengeluarkan produk-produk baru di saat kondisi keuangan perusahaan Jiwasraya sedang tidak sehat alias insolvent.
Peristiwa itu terjadi pada tahun 2008. Saat itu, keuangan PT AJS tercatat minus hingga 580 persen.
Meski perusahaan tengah berstatus insolvensi atau tidak mampu membayar utang, PT AJS diketahui menawarkan beberapa produk baru berupa saving plan.
Produk-produk baru ini dinilai bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 422 yang dikeluarkan pada tahun 2003.
Merujuk pada Pasal 6 dari ketentuan ini, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi disebutkan baru boleh memasarkan produk asuransi baru bila memenuhi tingkat solvabilitas dengan angka tertentu dan tidak sedang dikenakan sanksi administrasi.
Sementara, pada Pasal 2 disebutkan, perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi wajib memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120 persen dari risiko kerugian yang mungkin timbul dari akibat deviasi pengelolaan kekayaan dan kewajiban.
Djonny mengatakan, ia mengetahui soal ketentuan ini. Tapi, tindakan direksi Jiwasraya tetap disetujuinya.
Ia menegaskan, persetujuan ini diberikan karena Jiwasraya harus tetap mengeluarkan produk dan tetap melakukan penjualan.
“Kalau dia tidak berproduksi, kalau Jiwasraya itu tidak membuat produk, tidak menjual, apa yang terjadi?” kata Djonny.
“Ya silakan saja itu bertentangan, ya selesaikan di situ saja,” jawab Djonny.
“Ini kalau dilaksanakan secara (ikut aturan), Pak (jaksa), ini tutup asuransi jiwa di Indonesia tutup,” katanya lagi.
Kerugian keuangan negara Rp90 miliar
Pada kasus ini, Isa didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp90 miliar.
Angka kerugian keuangan negara ini merupakan uang yang diterima dua perusahaan reasuransi untuk membuat kondisi PT Asuransi Jiwasraya seolah-olah sehat atau solvent.
Perbuatan melawan hukum ini terjadi saat Isa masih menjadi Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan).
Pengerjaan reasuransi ini dilakukan oleh dua perusahaan asing.
Masing-masing mendapatkan pembayaran berbeda sesuai proyek yang dikerjakan. “Reassurance Fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indemnity yang dibayarkan pada tanggal 12 Mei 2010 dengan jumlah Rp 50 miliar,” kata Jaksa.
Kemudian, PT AJS juga membayar jasa reasuransi kepada Best Meridien Insurance Company dengan dua kali pembayaran, yaitu tanggal 12 Mei 2012 dengan jumlah Rp 24 miliar dan tanggal 25 Januari 2013 dengan jumlah Rp 16 miliar.
Jaksa mengatakan, reasuransi yang disetujui oleh Isa ini hanya formalitas dan tidak memiliki substansi ekonomi.
Pasalnya, PT AJS masih menanggung sejumlah risiko bisnis. “Tapi, secara akuntansi mengakui seolah-olah risiko sudah dialihkan dan pendapatan dari asuransi,” jelas jaksa.
Selain menyetujui soal rencana reasuransi, Isa juga menyetujui beberapa produk saving plan yang justru membebani PT AJS dengan suku bunga yang tinggi.
Produk-produk saving plan ini pada akhirnya tidak memberikan hasil yang menguntungkan dan justru menimbulkan utang, per 31 Desember 2019, senilai Rp12,2 triliun.
Jaksa menjelaskan, persetujuan yang diberikan Isa ini masih satu rangkaian dari kasus korupsi Jiwasraya yang menjerat Benny Tjokrosaputro dan kawan-kawan.
Pokok permasalahan dalam kasus yang menjerat Benny Tjokro adalah soal investasi reksadana yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi negara.
Kasus itu justru menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp16,8 triliun.
Dalam kasus ini, Isa didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2025/09/02/16014971/alasan-eks-komut-jiwasraya-setuji-langkah-yang-langgar-keputusan-menkeu