JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian RI (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan pemerintah sedang mereformasi aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Reformasi TKDN ini merupakan upaya pemerintah dalam deregulasi, yang mana nantinya mempercepat atau mempermudah pelaku usaha dalam melakukan kegiatan. Sehingga industri otomotif dalam negeri terlindungi di tengah tekanan global.
"Pokoknya sekarang kita sedang membahas bagaimana mereformasi tata kelola, mereformasi bisnis proses, mereformasi cara perhitungan sertifikat TKDN," ujar Agus di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Baca juga: Berikut Jenis Apar untuk Padamkan Kebakaran pada Kendaraan
Agus mengklaim, pemerintah lebih afirmatif terhadap kebijakan TKDN seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025.
Secara perinci, ia menyoroti Pasal 66 Ayat 1 yang menegaskan bahwa Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah / Institusi lainnya wajib menggunakan produk dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional.
Kemudian, Pasal 2 mengatur tentang kewajiban penggunaan produk dalam negeri, yakni sebagai berikut:
(a) menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25% apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%.
(b) dalam hal produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai BMP paling sedikit 40% tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN paling sedikit 25%.
(c) dalam hal produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan (b) tidak tersedia atau volume tidak mencukupi kebutuhan, maka menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai TKDN kurang dari 25%.
Artinya, berdasarkan aturan tersebut, pemerintah wajib menggunakan produk dengan TKDN 40 persen jika barang itu tersedia dan sesuai program yang diperlukan.
Baca juga: Berikut Jenis Apar untuk Padamkan Kebakaran pada Kendaraan
Jika barang tersebut tidak tersedia atau volume tidak mencukupi, maka wajib memakai produk dengan TKDN 25 persen.
"Pasal 66 Ayat 2 (b) tadinya tidak ada. Diatur secara eksplisit apabila tidak ditemukan atau volumenya kurang untuk produk TKDN plus BMP 40 persen, maka yang harus dibeli itu produk-produk yang memenuhi TKDN 25 persen, ini merupakan ayat yang lebih afirmatif dari pemerintah," ujar Agus.
Maka nantinya reformasi ini akan membuat iklim investasi dan dunia usaha menjadi lebih baik, sekaligus mengurangi beban biaya sertifikat TKDN akan lebih cepat, mudah dan murah.
"Kita harapkan dan kita yakin setelah nanti ini terbit menjadi regulasi, maka pelaku usaha di dalam mengurus sertifikat TKDN akan lebih cepat, lebih mudah dan akan lebih murah," ucapnya.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan pihaknya terus melakukan pembahasan internal dan berharap bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Kemenperin juga akan melakukan uji publik dan melibatkan para stakeholders.
"Jadi ini bukan karena latah, bukan karena tekanan dari siapapun. Memang kami menganggap perlu bahwa hal-hal yang berkaitan dengan kemudahan produksi dalam negeri yang mengarah ke TKDN itu, harus kami evaluasi, harus kami reformasi, bisnis prosesnya memang harus lebih baik," tutupnya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini