Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Bensin ke Listrik: Strategi Multipathways Toyota yang Ideal

Kompas.com - 30/07/2025, 12:02 WIB
Ruly Kurniawan,
Agung Kurniawan

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Transisi menuju kendaraan rendah emisi tidak dapat ditempuh dengan satu solusi tunggal.

Di negara berkembang seperti Indonesia, pendekatan bertahap dengan menerapkan berbagai teknologi atau dikenal sebagai multipathways dianggap lebih realistis dan efektif untuk menjembatani peralihan dari kendaraan berbahan bakar bensin menuju kendaraan elektrifikasi.

Hal ini disampaikan oleh Deputy CEO Asian Region Toyota Motor Corporation, Hao Tien, dalam diskusi pada Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) yang berlangsung di GIIAS 2025 di Tangerang.

Baca juga: Diskon SUV Hybrid, Tembus Puluhan Juta Rupiah

Ilustrasi mobil listrik.SHUTTERSTOCK/BIGPIXEL PHOTO Ilustrasi mobil listrik.

Apa yang Menjadi Fokus dalam Pendekatan Multipathways?

Hao menyatakan bahwa dalam memilih solusi elektrifikasi yang tepat bagi masyarakat, ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan: pertama, dampak emisi yang sebenarnya; kedua, dampak ekonomi dalam transisi; dan ketiga, penerimaan pelanggan terhadap teknologi tersebut.

Strategi multipathways mencakup pengembangan berbagai jenis kendaraan elektrifikasi, mulai dari hybrid (HEV), plug-in hybrid (PHEV), battery electric vehicle (BEV), hingga kendaraan berbahan bakar hidrogen (FCEV).

Pendekatan ini dinilai lebih inklusif karena mempertimbangkan kesiapan negara dalam infrastruktur energi bersih serta biaya kepemilikan konsumen.

Baca juga: Deretan Motor Termahal di GIIAS 2025, Tembus Rp 1,1 Miliar

Misalnya, di Thailand, kombinasi teknologi hybrid dengan bioetanol (E85) menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan listrik murni (BEV).

Ini menunjukkan bahwa teknologi kendaraan rendah emisi harus disesuaikan dengan konteks energi lokal.

Mengapa Emisi Kendaraan Perlu Dihitung Secara Keseluruhan?

Hao juga menekankan bahwa perhitungan total emisi kendaraan tidak dapat mengacu hanya pada gas buang dari knalpot (tank to wheel).

Proses produksi energi (well to tank) dan proses manufaktur kendaraan itu sendiri juga harus diperhitungkan. "Total emisi kendaraan harus dilihat sebagai satu kesatuan. Ini akan berbeda di tiap negara tergantung pada sumber energinya," ujarnya.

Di Indonesia, teknologi hybrid dinilai sebagai solusi transisi yang lebih tepat saat ini, sambil terus mengembangkan infrastruktur dan teknologi energi bersih.

Baca juga: Menilik Perbedaan Tiap Varian BYD Atto 1 dan Simulasi Cicilannya

Diskusi Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) yang digelar di sela-sela pameran GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Selasa (29/7/2025).KOMPAS.com/Ruly Kurniawan Diskusi Gaikindo International Automotive Conference (GIAC) yang digelar di sela-sela pameran GIIAS 2025, ICE BSD, Tangerang, Selasa (29/7/2025).

Toyota mencatat bahwa ekosistem industri otomotif nasional telah menyerap lebih dari 300.000 tenaga kerja, termasuk dalam lini produksi kendaraan hybrid yang diekspor ke hampir 50 negara.

Hal ini menunjukkan bahwa industri otomotif di Indonesia memiliki kekuatan yang signifikan yang tidak boleh hilang.

Bagaimana Pendekatan Multipathways Menjawab Tantangan Ekonomi?

Pendekatan multipathways juga sejalan dengan prinsip transisi energi yang adil.

Head of Green Economy and Climate Research Group, LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah, mengungkapkan bahwa strategi elektrifikasi harus mempertimbangkan distribusi manfaat dan beban antarwilayah dan kelompok masyarakat.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau