JAKARTA, KOMPAS.com - Kemacetan yang terus menerus terjadi di Jalan TB Simatupang menarik perhatian Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung.
Baca juga: Wacana Penutupan Exit Tol Cipete–Pondok Labu untuk Atasi Macet TB Simatupang
Dia mengusulkan untuk memangkas trotoar yang ada sebagai solusi untuk mengurangi kemacetan, terutama akibat proyek galian saluran pipa air limbah yang berlokasi di depan Cibis Park.
“Untuk sampai dengan bulan November, trotoar digunakan menangani lalu lintas terlebih dahulu, nanti akan kami kembalikan,” kata Pramono saat memberikan keterangan di Senayan, Jakarta Pusat, pada Minggu (24/8/2025).
Namun, rencana ini tidak lepas dari kritik.
Baca juga: Rencana Dishub DKI Jakarta Atasi Macet di TB Simatupang
Berbagai pihak, termasuk Road Safety Association (RSA), menolak usulan tersebut.
Kepala Dewan RSA, Rio Octaviano, menilai langkah untuk memangkas trotoar demi kelancaran kendaraan bermotor adalah sebuah langkah mundur yang bertentangan dengan visi menjadikan Jakarta sebagai kota global.
“Di negara-negara yang diakui sebagai kota global seperti Tokyo, Singapura, dan Seoul, pembangunan infrastruktur pejalan kaki menjadi prioritas utama,” ujarnya dalam keterangan resminya.
Rio menambahkan, panjang trotoar di kota-kota tersebut hampir mencapai 100 persen dari jalan utama, sementara di Jakarta, data menunjukkan hanya sekitar 8,7 persen dari jalan yang memiliki trotoar layak.
“Fakta tersebut jelas memperlihatkan kesenjangan besar antara retorika dan implementasi di lapangan,” jelas Rio.
Baca juga: Produksi Daihatsu Turun Tajam, Apa Penyebabnya?
Ia menekankan bahwa pemotongan trotoar bukan hanya melanggar prinsip keadilan sosial, tetapi juga bertolak belakang dengan komitmen internasional terhadap pembangunan berkelanjutan, khususnya pada poin transportasi berkelanjutan dan akses setara bagi semua warga.
Lebih lanjut, Rio menyatakan bahwa trotoar adalah hak dasar, bukan sekadar bonus.
Ia berharap pemerintah lebih mengutamakan infrastruktur pejalan kaki.
“Mereka harus berhenti membuat kebijakan panik setelah viral di media sosial. Kepemimpinan yang tenang, cerdas, dan berbasis data adalah kunci agar Jakarta tidak hanya terlihat responsif, tetapi juga benar-benar mampu mencari solusi jangka panjang yang adil dan berkelanjutan,” tutupnya.
Dengan adanya penolakan dari berbagai pihak, pemerintah DKI Jakarta dihadapkan pada tantangan untuk menemukan solusi yang tidak hanya mengatasi kemacetan tetapi juga menjaga hak-hak pejalan kaki dan komitmen pembangunan berkelanjutan.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini