KOMPAS.com - Chatbot berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) ChatGPT kini menjadi alternatif Google untuk mencari jawaban dari banyak pertanyaan. Bahkan, banyak pula pengguna yang mencurahkan hatinya ke ChatGPT, dengan melempar berbagai pertanyaan personal.
Padahal, ChatGPT maupun chatbot AI lainnya, memiliki keterbatasan. Sebagai sistem AI, ChatGPT tidak memiliki pemahaman konteks atau intuisi layaknya manusia. Oleh karena itu, potensi kesalahan dalam menjawab pertanyaan tetap ada.
Tapi sayangnya, masih banyak pengguna yang luput dengan keterbatasan tersebut. Mereka kerap menaruh kepercayaan tinggi pada setiap jawaban ChatGPT tanpa memverifikasi kebenarannya terlebih dahulu.
Baca juga: Hei Anak Muda, Jangan Umbar Rahasia ke ChatGPT
Masalahnya, mempercayai ChatGPT secara utuh bisa berpotensi menimbulkan risiko. Hal ini terjadi karena AI pada dasarnya bekerja dengan memprediksi kata demi kata, bukan dengan menilai kebenaran informasi secara objektif.
Sederhananya, saat Anda bertanya sesuatu, ChatGPT akan menyusun jawaban yang tampak meyakinkan berdasarkan pola dari data yang pernah dipelajarinya. Namun, karena tidak benar-benar memahami konteks atau memverifikasi fakta, jawabannya bisa saja meleset jauh dari kebenaran.
Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh Anda tanyakan pada ChatGPT. Hal ini dilakukan agar Anda tetap aman dan tidak terjebak dari jawaban yang menyesatkan.
Berikut adalah 11 hal yang sebaiknya dihindari untuk ditanyakan ke ChatGPT.
Hal pertama yang harus dihindari ditanyakan ke ChatGPT adalah soal diagnosa kesehatan. Menggunakan ChatGPT untuk mencari tahu penyakit atau keluhan yang sedang dirasa, berpotensi menyesatkan.
Pasalnya, ChatGPT tidak bisa memeriksa kondisi fisik Anda secara langsung. Ia bukanlah dokter yang bisa melakukan pemeriksaan medis dan membantu manusia mencari tahu keberadaan penyakit di tubuh mereka.
Baca juga: OpenAI Rilis Mode Belajar di ChatGPT, Sudah Bisa Dicoba di Indonesia
Semua jawaban yang AI itu berikan pada dasarnya hanya bermodalkan data teks yang ia himpun dari internet. Sehingga, kadang-kadang hasilnya bisa benar dan salah bahkan melenceng jauh.
Dalam kasus ini, alangkah lebih baik untuk tidak menanyakan hal-hal terkait medis kepada ChatGPT. Tetap jadikan dokter sebagai rujukan utama dalam mendapatkan diagnosis dan penanganan kesehatan yang tepat.
Kemampuan ChatGPT yang bisa merespons sesuai dengan apa yang kita ingin dengar memang terdengar menyenangkan. Tak jarang, chatbot AI buatan OpenAI ini kerap dijadikan "teman curhat" oleh penggunanya karena dianggap bisa memberikan dukungan emosional secara instan.
Namun, perlu diingat bahwa ChatGPT hanyalah sebuah sistem yang diprogram sedemikian rupa agar bisa meniru pola percakapan manusia.
Ia tidak memiliki empati, pemahaman emosional, atau kemampuan layaknya terapis profesional yang bisa menangani masalah mental manusia.
Jika mental Anda sedang dalam situasi yang tidak baik, menjadikan ChatGPT sebagai teman curhat bisa sangat berisiko. Sebab, ia tidak bisa membaca bahasa tubuh, atau mendeteksi tanda bahaya dalam percakapan Anda.