KOMPAS.COM - Festival Pacu Jalur 2025 di Tepian Narosa Sungai Kuantan, Kuantan Singingi (Kuansing), Riau resmi berlangsung setelah dibuka oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Kabupaten, Riau, Rabu (20/8/2025) siang.
Pembukaan Festival Pacu Jalur 2025 ditandai dengan prosesi flag off atau pengibaran bendera oleh Gibran.
Gibran berpesan agar olahraga Pacu Jalur yang memiliki nilai budaya gotong-royong terus diprioritaskan. Pesan ini disampaikannya usai menyaksikan Festival Pacu Jalur.
"Saya titip ke kepala-kepala daerah, ini ya karena tarian jogetan aura farming-nya sudah viral, sudah mendunia. Kita nanti ingin ke depan Pacu Jalur, budaya yang mengusung gotong royong, kekompakan, kerja keras ini bisa diprioritaskan lagi, bisa dimunculkan lagi," kata Gibran, Rabu (20/8/2025).
Baca juga: Festival Pacu Jalur 2025 Akan Digelar 20-24 Agustus 2025, Catat Lokasinya
Gibran juga mengajak pejabat di daerah Kuansing untuk meningkatkan potensi UMKM lokal.
"Dan kita ingin juga memunculkan potensi lokal, UMKM, dan juga mungkin kuliner khas Riau," kata dia.
Gibran mengajak semua pihak untuk menjaga warisan kebudayaan ini, serta terus menggali potensi daerahnya sehingga bisa mengharumkan Indonesia di kancah internasional.
Dia juga berkomitmen agar warisan ini bisa lebih berkembang lagi.
"Ya, Pacu Jalur ini adalah warisan kebudayaan dan juga wajah ekonomi kreatif Riau yang harus kita jaga dan kita rawat," ungkapnya.
Sebelum jalan darat berkembang, Sungai Kuantan adalah urat nadi kehidupan masyarakat. Pada masa itu, jalur, yakni perahu besar dari batang kayu utuh tanpa sambungan, menjadi moda transportasi utama.
Jalur digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti pisang, tebu, serta kebutuhan sehari-hari.
Ukurannya mampu menampung hingga 40–60 orang, menjadikannya kendaraan vital bagi warga di sepanjang aliran sungai, dari Hulu Kuantan hingga Cerenti.
Baca juga: Pemprov Riau Tetapkan Lokasi Pacu Jalur Jadi Kawasan Konservasi
Lambat laun, jalur tak hanya difungsikan sebagai alat angkut, tetapi juga diberi sentuhan estetika. Perahu dihias dengan ukiran berbentuk kepala ular, buaya, atau harimau, serta dilengkapi ornamen seperti payung, tali-temali, dan selendang.
Bagi kalangan bangsawan dan pemimpin adat, jalur berhias bahkan menjadi simbol status sosial dan kebanggaan.