KOMPAS.com - Dewan perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia sedang jadi sorotan belakangan ini.
Massa di berbagai wilayah turun ke jalan untuk menyampaikan pendapat atas keputusan DPR yang dianggap merugikan masyarakat Indonesia.
Salah satu tempat yang jadi pusat berkumpulnya massa adalah di Gedung DPR/MPR/DPD RI, Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta.
Baca juga: Update Situasi Demo di DPR Pukul 21.30 WIB: Massa dan Polisi Bertahan
Dilansir dari Kompas.com, Jumat (29/8/2025), massa demo masih berkumpul di Gedung DPR/MPR/DPD hingga malam.
Terlepas dari demo yang terjadi, Gedung MPR/DPR/DPD RI merupakan salah satu bangunan bersejarah sekaligus ikon politik Indonesia.
Gedung ini berdiri sejak 8 Maret 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 48/1965.
Pendirian gedung berawal dari gagasan Presiden pertama RI, Soekarno yang ingin menjadikannya sebagai tempat penyelenggaraan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces).
Ini adalah suatu konferensi internasional negara-negara baru yang muncul setelah era kolonialisme.
Arsitektur gedung ini dirancang oleh Soejoedi Wirjoatmodjo, seorang arsitek ternama Indonesia. Rancangannya kemudian disahkan langsung oleh Presiden Soekarno pada 22 Februari 1965.
Desain bangunan ini sangat khas, terutama pada Gedung Nusantara yang berbentuk kubah setengah lingkaran menyerupai sayap burung yang akan terbang. Filosofi tersebut melambangkan semangat kebangkitan bangsa Indonesia.
Pembangunan sempat terhenti akibat peristiwa G30S/PKI tahun 1965. Setelah kondisi politik stabil, pembangunan dilanjutkan kembali melalui Surat Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 79/U/Kep/11/1966 pada 9 November 1966.
Sejak saat itu, peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI yang kita kenal hingga sekarang.
Kompleks parlemen ini terdiri dari berbagai bangunan penting, yaitu:
Baca juga: Parpol Diminta Bertindak Tegas, Copot Anggota DPR Bermasalah