Misteri hilangnya tiga aktivis yang menginspirasi film 'Mississippi Burning'

Sumber gambar, Getty Images
- Penulis, Myles Burke
- Peranan,
Tiga aktivis muda yang mendorong hak-hak sipil, hilang di Mississippi, Amerika Serikat pada 1964. Kabar hilangnya mereka mendominasi berita utama, dan pada akhirnya mendorong pembentukan aturan kesetaraan hak-hak sipil di seluruh Amerika Serikat.
Ketiga pria tersebut merupakan bagian dari "Freedom Summer", sebuah inisiatif yang diluncurkan oleh SNCC, Kongres Kesetaraan Ras (Core) dan organisasi HAM lainnya. Freedom Summer mendorong sebanyak mungkin orang kulit hitam di Mississippi mendaftar jadi pemilih.
Pada 1961, meskipun sekitar 45% penduduk Mississippi berkulit hitam, hanya ada kurang dari 7% yang terdaftar menggunakan hak suaranya.
Jumlah sekecil itu disebabkan adanya taktik menakut-nakuti, dan hukum yang digunakan untuk mencabut hak pilih warga kulit hitam di sana. Tujuan Freedom Summer adalah melawan itu.
Ratusan relawan, banyak di antaranya mahasiswa dari negara bagian utara, melakukan perjalanan ke Selatan untuk membantu mendirikan Sekolah Kebebasan.
Sekolah Kebebasan mengajarkan sejarah kulit hitam dan hak-hak sipil, membantu calon pemilih lulus tes literasi dan mengisi formulir yang diwajibkan negara bagian agar mereka dapat memberikan suara.
Nancy Stearns yang berusia 24 tahun adalah salah satu relawan muda yang datang dari Utara untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut.
"Saya percaya bahwa situasi di AS ini harus diubah," ujarnya kepada BBC pada tahun 1964.
"Seperti sekarang, masyarakatnya sangat tidak adil. Masyarakat tidak berubah dengan sendirinya, tapi harus diubah melalui semacam kekuatan, semacam agitasi. Saya ingin mengabdikan hidup saya dan menjadi bagian dari upaya perubahan ini."
Namun, inisiatif Freedom Summer memicu perlawanan yang intens dan sering disertai kekerasan dari para supremasi kulit putih dan otoritas lokal di Mississippi.
Para juru kampanye dan para pemilih kulit hitam yang menghadiri kelas-kelas tersebut menghadapi intimidasi dan kekerasan yang terus-menerus.
Gereja-gereja kulit hitam secara rutin dibakar, para aktivis diancam dan diserang.

Sumber gambar, Tomekbudujedomek/Getty Images
Liputan mendalam BBC News Indonesia langsung di WhatsApp Anda.
Klik di sini
Akhir dari Whatsapp
Pada 21 Juni 1964, tiga staf muda melakukan perjalanan menyelidiki pembakaran Gereja Metodis Mount Zion di Neshoba County. Mereka adalah James Chaney, pria kulit hitam berusia 21 tahun asal Mississippi, dan dua rekannya yang berkulit putih, Andrew Goodman (20 tahun, warga Yahudi New York) dan Michael Schwerner (24 tahun).
Gereja kulit hitam Metodis Mount Zion menjadi sasaran Ku Klux Klan (KKK) karena tempat ini merupakan pusat pengorganisasian kampanye Musim Panas Kebebasan.
Setelah memeriksa puing-puing gereja yang hangus dan mewawancarai anggota jemaat yang dipukuli secara brutal oleh anggota Ku Klux Klan, ketiga pria itu meninggalkan lokasi untuk kembali ke kantor Core.
Dalam perjalanan, mobil mereka dihentikan Wakil Sheriff Cecil Price karena dugaan pelanggaran lalu lintas. Saat itu mobil dikemudikan oleh Chaney.
Namun, Price menangkap ketiga pria itu dan membawa mereka ke penjara Neshoba County di Philadelphia, Mississippi. Mereka tidak diizinkan menelepon siapa pun atau membayar denda.
Baca juga:
- Laporan Human Rights Watch: Diskriminasi dan pelanggaran rasialis terhadap orang Papua 'lebih banyak dan sangat kelihatan' di rezim Jokowi
- Mahasiswa Papua bicara soal rasialisme: 'Ih kalian bau' dan tudingan tukang minum
- Pelaku serangan rasis 'saya tidak ingin virus coronamu di negaraku' atas mahasiswa Singapura divonis bersalah
Karena suasana saat itu mencekam, jika staf Core tidak kembali sesuai jadwal, prosedurnya adalah menghubungi kantor polisi dan rumah sakit setempat.
Namun, meskipun catatan telepon Core menunjukkan kantor polisi dihubungi sekitar pukul 17.30, Minnie Herring, istri sipir penjara, membantah ada yang menanyakan tentang ketiga pria itu.
Sekitar pukul 22.30, ketiga aktivis hak-hak sipil tersebut akhirnya diizinkan membayar denda dan dibebaskan dari tahanan. Price meminta mereka meninggalkan wilayah tersebut.
Namun, kabar mereka tidak terdengar lagi.
Misteri memicu respons besar
Dua minggu setelah ketiga pria itu hilang, Julian Bond, salah satu pendiri Student Nonviolent Coordinating Committee (SNCC), berbicara kepada BBC pada Juli 1964.
Bond yakin hilangnya ketiga aktivis tersebut dirancang untuk menyebar ketakutan di antara orang-orang yang bekerja di Freedom Summer.
Meskipun hal itu sempat membuat beberapa relawan khawatir, ia mengatakan bagi banyak aktivis, hal itu justru semakin menandai pentingnya tujuan mereka: mendaftarkan orang kulit hitam untuk memilih.
"Mereka bertekad untuk terus melakukan apa yang mereka lakukan... dan hilangnya ketiga orang itu menunjukkan apa yang mereka hadapi," kata Bond kepada BBC pada Juli 1964. "Bahwa ada orang-orang di negara ini yang akan melakukan apa pun untuk menghentikan demokrasi."
Tidak seperti korban kekerasan rasial sebelumnya, hilangnya ketiga pria tersebut memicu respons besar dari Departemen Kehakiman AS.

Sumber gambar, BlackSalmon/Getty Images
Jaksa Agung Robert Kennedy mengklasifikasikan kasus tersebut sebagai penculikan sehingga berada di bawah yurisdiksi federal.
Ia memerintahkan sekitar 150 agen FBI dari kantor New Orleans untuk menyisir area tersebut guna menemukan mereka. Mereka dibantu pasukan dari pangkalan udara angkatan laut terdekat.
Pada 23 Juli, mobil ketiga pria itu ditemukan terbakar di dekat rawa. Tapi, masih tidak ada tanda-tanda keberadaan ketiga aktivis hak-hak sipil tersebut.
Investigasi tersebut diberi nama sandi Miburn, kependekan dari Mississippi Burning atau Mississippi Membara.
Seiring dengan semakin gencarnya penyelidikan, investigasi ini mulai menarik perhatian luas dari pers. "Kejadiannya sangat besar, ada wartawan yang berkemah di depan gedung apartemen kami," ujar David Goodman, adik Andrew Goodman, kepada BBC Witness History pada 2014.
"Polisi ada di sana 24 jam sehari hanya untuk mengendalikan massa. Sangat sulit untuk fokus pada apa pun," kata David Goodman.
Dia yakin, perbedaan antara respons penegak hukum terhadap kasus Mississippi Burning dan respons terhadap serangan sebelumnya terhadap aktivis hak-hak sipil adalah karena dua dari pria yang hilang tersebut berkulit putih.
"Warga kulit putih kelas menengah di Amerika terkejut, dan mereka berpikir bagaimana ini bisa terjadi pada orang kulit putih?"
"Ini adalah bagian dari kisah yang jarang diceritakan, ketika kaum mayoritas melihat orang-orang mereka sendiri terluka. Mereka bangkit dan berkata, 'Ya Tuhan, ini bisa terjadi pada anak-anakku atau aku,'" katanya.
Istri Schwerner, Rita, yang juga bekerja untuk Core, mengatakan kepada wartawan saat itu: "Hanya karena suami saya dan Andrew Goodman berkulit putih, alarm nasional dibunyikan."
Liputan luas tentang investigasi Mississippi Membara menyoroti diskriminasi dan kekerasan rasial yang terjadi di AS. Hal ini mendorong penggalangan dukungan publik dan politik untuk undang-undang hak-hak sipil yang diusulkan Partai Demokrat.
Saudara Andrew Goodman mengatakan kepada Witness History, undang-undang tersebut menciptakan "suasana perubahan" yang memungkinkan Presiden AS Lyndon Johnson mengesahkan Undang-Undang Hak Sipil pada 2 Juli 1964.
"Dan itu adalah kepekaan yang dipahami presiden. Presiden adalah politikus yang cerdik dan dia menggunakannya untuk meloloskan undang-undang hak sipil".
"Dan sungguh suatu keajaiban, undang-undang itu disahkan, dan mengubah negara kita," katanya. Undang-undang penting ini melarang diskriminasi dan segregasi di tempat umum, sekolah, dan tempat kerja.
Namun, lima hari setelah Undang-Undang tersebut disahkan, Bond, mengatakan kantor SNCC masih menerima laporan tentang perlawanan keras dari warga kulit putih dan polisi. saat orang kulit hitam mencoba menggunakan tempat-tempat yang sebelumnya telah dipisahkan berdasarkan ras di Selatan.
Bond merujuk pada serangan yang terjadi di Alabama beberapa hari sebelumnya, saat pasukan polisi "berubah menjadi gerombolan". Mereka menyerang 60 atau 70 orang kulit hitam yang mencoba masuk ke bioskop kulit putih di Selma.
Meskipun menghadapi serangan, "kami yakin RUU ini adalah hukum negara dan pemerintah federal berada di belakangnya. Kami bermaksud untuk segera melanjutkan dan menjalankan hak-hak kami berdasarkan undang-undang baru ini," ujar Bond kepada BBC.

Sumber gambar, Bulgnn/Getty Images
Sepanjang Juli, agen FBI terus menyisir rawa-rawa Mississippi untuk mencari tiga aktivis hak-hak sipil yang hilang. Mereka justru berulang kali menemukan jasad korban pembunuhan kulit hitam lainnya.
Jasad Herbert Oarsby yang berusia 14 tahun, ditemukan mengenakan kaus Core.
Charles Eddie Moore, salah satu dari 600 mahasiswa yang dikeluarkan dari Alcorn State University pada April 1964 karena ikut dalam protes hak-hak sipil, ditemukan bersama jasad teman masa kecilnya, Henry Hezekiah Dee.
Kedua pemuda berusia 19 tahun itu diculik pada Mei 1964 oleh KKK. Mereka dipukuli secara brutal dengan tongkat sebelum ditenggelamkan di Sungai Mississippi.
Pada 2007, James Seale yang berusia 71 tahun, seorang mantan polisi, dihukum atas pembunuhan tersebut. Hal ini setelah Charles Marcus Edwards, diakon gereja dan anggota Ku Klux Klan, mengakui keterlibatannya dalam penculikan mereka. Charles diberi perlindungan hukum sebagai imbalan atas kesaksiannya.

Sumber gambar, Soumen Hazra/Getty Images
FBI juga menemukan jenazah lima korban kekerasan kulit hitam lainnya, yang hingga saat ini tidak teridentifikasi.
Pada 4 Agustus, setelah enam pekan pencarian, penyidik FBI akhirnya menemukan jenazah Schwerner, Chaney, dan Goodman, dikubur di bendungan tanah liat merah dekat Philadelphia, Mississippi.
Lokasi itu diketahui dari informan, yang kemudian diidentifikasi sebagai petugas Patroli Jalan Raya Mississippi, Maynard King. Ketiganya ditembak, dan Chaney disiksa sebelum meninggal.
Meskipun demikian, otoritas negara bagian menolak untuk melanjutkan kasus tersebut dengan alasan tidak cukup bukti.

Sumber gambar, Getty Images
Di sisi lain, Departemen Kehakiman tidak dapat mengajukan tuntutan pembunuhan, karena tuntutan tersebut berada di bawah yurisdiksi negara bagian. Sebagai gantinya, mereka mendakwa 18 orang dengan tuduhan berkonspirasi untuk melanggar hak-hak sipil Schwerner, Chaney, dan Goodman.
Di antara para terdakwa ada pendeta Baptis dan pemimpin KKK bernama Edgar Ray Killen; Samuel Bowers, Penyihir Kekaisaran Ksatria Putih Mississippi dari KKK; petugas yang menangkap mereka, Deputi Price; dan bosnya, Sheriff Lawrence Rainey.
Sheriff Rainey sendiri sebelumnya dituduh menembak seorang pengendara kulit hitam tak bersenjata.
Awalnya, hakim ketua mencoba membatalkan dakwaan yang diajukan terhadap sebagian besar terdakwa. Dia mengeklaim dakwaan tersebut hanya dapat diajukan terhadap petugas penegak hukum, tetapi keputusannya ditolak oleh Mahkamah Agung AS.
Pembawa perubahan
Sidang Mississippi Membara dimulai dengan sungguh-sungguh pada Oktober 1967 di hadapan juri yang semuanya berkulit putih, terdiri dari tujuh pria dan lima perempuan.
Salah satu terdakwa, anggota Ku Klux Klan, James Jordan, setuju untuk bersaksi bagi jaksa penuntut dengan imbalan keringanan hukuman. Ia menguraikan secara rinci kepada juri, konspirasi yang terjadi untuk menculik dan membunuh para aktivis itu.
Saat ketiga aktivis ditahan di penjara, Deputi Price menghubungi Killen, yang kemudian mengumpulkan gerombolan KKK dengan dua mobil untuk menghadang ketiga pria itu setelah meninggalkan penjara.
Saat Goodman, Schwerner, dan Chaney berkendara menuju perbatasan wilayah, Deputi Price membuntuti dan menghentikan mereka lagi. Mereka dibawa ke jalan pedesaan yang sepi. Di sana, ia menyerahkan ketiganya kepada KKK.
Jordan mengaku menembak Chaney dan mengatakan anggota KKK lainnya, Wayne Roberts, membunuh Schwerner dan Goodman. Mereka kemudian menggunakan buldoser untuk menyembunyikan mayat-mayat itu di bendungan tanah.

Sumber gambar, Getty Images
Pada 21 Oktober 1967, juri memutuskan tujuh dari 18 terdakwa bersalah, termasuk Jordan, Roberts, Bowers, dan Deputi Price. Pada akhirnya, tidak satu pun dari mereka yang menjalani hukuman lebih dari enam tahun penjara.
Sheriff Rainey bebas. Killen, yang telah merekrut para pembunuh, juga bebas setelah seorang juri perempuan mengatakan tidak dapat menghukum seorang pendeta.
Pada 1988, versi fiksi dari investigasi pembunuhan tersebut diadaptasi menjadi film karya Alan Parker berjudul Mississippi Burning. Aktor Gene Hackman dan Willem Dafoe menjadi karakter kasual dari John Proctor dan Joseph Sullivan, agen FBI di dunia nyata yang memimpin pencarian ketiganya.
Tahun berikutnya, Jaksa Agung negara bagian Michael Moore membuka kembali kasus tersebut, dan FBI menyerahkan lebih dari 40.000 halaman bukti dari investigasi awal tahun 1960-an.

Sumber gambar, Alamy
Pada Januari 2005, dewan juri mendakwa Killen dengan pembunuhan. Enam bulan kemudian mantan pemimpin KKK itu dihukum atas tiga dakwaan yang lebih ringan, yaitu pembunuhan tidak disengaja.
41 tahun setelah ketiga pria itu dibunuh, Killen yang sudah berusia 80 tahun dijatuhi hukuman 60 tahun: 20 tahun untuk pembunuhan masing-masing pria.
Tahun berikutnya, Bowers juga diadili. Sebagai pimpinan KKK, pihak berwenang yakin ia bertanggung jawab atas lebih dari 300 serangan terhadap aktivis hak-hak sipil kulit hitam selama 1950-an dan 1960-an.
Bowers telah diadili empat kali sebelumnya, tetapi juri yang semuanya berkulit putih gagal mencapai vonis. Pada 2006, di usia 73 tahun, ia akhirnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena mendalangi serangan bom molotov yang menewaskan aktivis hak-hak sipil kulit hitam Vernon Dahmer pada 1966.
Pada tahun yang sama, FBI meluncurkan inisiatif Kasus Dingin untuk memeriksa ulang lebih dari 125 kasus yang belum terpecahkan dari era hak-hak sipil.
Baik Bowers maupun Killen akhirnya meninggal di penjara.
Pada 2016, keputusan dibuat untuk menutup penyelidikan atas kematian tiga aktivis hak-hak sipil tersebut karena keyakinan bahwa seiring berjalannya waktu, kecil kemungkinan akan ada lagi hukuman yang dijatuhkan.
Ketika kasusnya ditutup, keluarga korban menekankan, yang penting adalah mengakui bahwa ada banyak orang yang diserang atau dibunuh saat memperjuangkan kesetaraan hak.
"Periode hak-hak sipil bukan hanya tentang ketiga pemuda itu," ujar saudara perempuan Chaney, Pendeta Julia Chaney Moss, kepada surat kabar Guardian pada 2016. "Ini tentang semua kehidupan."
Anda dapat membaca versi asli artikel ini dalam Bahasa Inggris dengan judul 'It shocked white middle America': How the Mississippi Burning murders sparked landmark change in the US.