NEW DELHI, KOMPAS.com - Pemerintah negara bagian Rajasthan, India, tengah menyelidiki perusahaan farmasi Kayson Pharma yang memproduksi sirup obat batuk diduga terkait dengan beberapa kematian anak dan seorang dokter yang kehilangan kesadaran.
Sirup tersebut diketahui mengandung senyawa dekstrometorfan hidrobromida dan dipasok melalui skema obat gratis pemerintah. Seluruh distribusi obat buatan Kayson Pharma kini ditangguhkan.
Kasus pertama terjadi pada Senin (29/9/2025) di Sikar, ketika seorang anak berusia 5 tahun meninggal dunia setelah mengonsumsi sirup batuk tersebut. Dua laporan serupa datang dari distrik Bharatpur, di mana dua anak lainnya dilaporkan meninggal pada September.
Baca juga: 14 Anak Meninggal, India Tarik Sirup Obat Batuk dari Peredaran
Namun, pemerintah menolak memastikan bahwa kematian di Bharatpur disebabkan sirup tersebut. Alasannya, obat itu tidak tercantum dalam resep resmi.
Meski begitu, penduduk setempat yang ditemui NDTV menyebut sirup batuk tersebut memang didistribusikan di apotek pemerintah.
Salah satu kasus dialami Nitish (5). Setelah meminum sirup, ia terbangun di malam hari, sempat cegukan, lalu kembali tidur dan tidak pernah bangun lagi.
Keluarganya segera membawanya ke rumah sakit di Sikar, namun dokter menyatakan Nitish sudah meninggal.
Di Bharatpur, dua anak lain bernama Teerthraj dan Samrat Jatav juga meninggal setelah meminum sirup yang didapat dari pusat kesehatan pemerintah. Orang tua mereka menegaskan sirup tersebut terbukti fatal bagi anak mereka yang berusia dua tahun.
Pemerintah Rajasthan telah memberhentikan sementara petugas kesehatan dalam kasus Sikar. Sementara untuk kasus di Bharatpur, otoritas medis menyatakan sirup dekstrometorfan tidak diresepkan untuk anak-anak.
“Dokter tidak meresepkan sirup dekstrometorfan dalam kasus ini. Sesuai protokol, sirup tersebut memang tidak direkomendasikan untuk anak-anak,” kata Direktur Kesehatan Masyarakat, dr. Ravi Prakash Sharma, dikutip dari NDTV pada Jumat (3/10/2025).
Baca juga: Kampanye di India Berujung Maut, 39 Tewas Termasuk Anak-anak
Namun, ibu Samrat, Jyoti, menolak penjelasan itu. Ia bersikeras bahwa sirup diberikan setelah berkonsultasi dengan kepala dinas kesehatan yang bertugas di puskesmas desa pada 18 September.
Tiga anaknya sempat diberi sirup tersebut. Dua di antaranya muntah dan selamat, tetapi Samrat kehilangan kesadaran dan meninggal dunia pada 22 September 2025.
“Ketika berita tentang sirup itu muncul di media, saya sadar bahwa sirup itulah yang telah merenggut nyawa putra saya,” ujar Jyoti.
Kasus ini bukan pertama kalinya Kayson Pharma disorot. Pada 2023, salah satu obat produksi perusahaan tersebut ditolak karena tidak memenuhi standar kualitas.
Rajendra Rathore dari Partai Bharatiya Janata (BJP) mengatakan obat-obatan Kayson Pharma beberapa kali masuk daftar hitam. Ia menuntut adanya kampanye menyeluruh melawan peredaran obat palsu serta tindakan tegas terhadap perusahaan farmasi yang terlibat.
“Di negara bagian ini, Undang-Undang Obat dan Kosmetika 1940 sudah berlaku terkait obat palsu. Jika satu saja dari 3-4 bahan kimia dalam obat tidak ditemukan saat pengujian, obat itu dianggap palsu,” kata Rathore melalui akun X.
“Masalahnya, Departemen Pengawas Obat dan Makanan telah mengubah definisi aturan tersebut untuk melindungi perusahaan bersalah. Kini, jika satu bahan kimia bernilai nol, obat itu tidak lagi dianggap palsu. Ini sama saja mempermainkan nyawa masyarakat,” ujarnya menambahkan.
Baca juga: India Pensiunkan MiG-21 Setelah 60 Tahun, Diganti Jet Tempur Buatan Lokal
Untuk itu, Departemen Kesehatan Rajasthan telah mengeluarkan imbauan agar seluruh dokter mematuhi protokol peresepan. Pemerintah menegaskan obat hanya boleh diberikan sesuai resep resmi, dan pasien dilarang mengonsumsi obat tanpa konsultasi medis.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang