KOMPAS.com – Kepala Desa (Kades) Randusari, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Satu Budiyono, tersandung persoalan hukum dan keuangan setelah diketahui mensertifikatkan tanah kas desa (TKD) menjadi atas namanya pribadi untuk jaminan pinjaman ke bank sebesar Rp 1,4 miliar.
Langkah nekat tersebut diambil Budiyono sejak awal masa jabatannya pada tahun 2014, dengan alasan untuk membangun gedung serbaguna Desa Randusari yang sebelumnya sempat mangkrak pada era kepala desa terdahulu.
“Gedung serbaguna ini sangat penting sekali. Waktu itu, saat saya dipilih warga jadi kepala desa, mereka minta supaya gedung serbaguna segera diwujudkan,” ujar Budiyono kepada TribunSolo.com, Rabu (3/9/2025).
Budiyono menuturkan, pembangunan gedung serbaguna di kompleks kantor desa sama sekali tidak menggunakan dana APBDes, melainkan memanfaatkan pendapatan asli desa dan dukungan dari pihak ketiga, terutama sejumlah pabrik di wilayah Randusari.
Menurutnya, sumbangan dari pabrik terkumpul sekitar Rp 750 juta, namun jumlah itu belum cukup.
Akhirnya, ia mengambil langkah berisiko dengan mengubah sertifikat tanah desa atas namanya, lalu menjadikannya agunan pinjaman ke bank senilai Rp 1,4 miliar.
“Akhirnya saya ambil risiko seperti itu, saya sertifikatkan tanah kas desa, lalu ajukan pinjaman di bank,” ucapnya.
Budiyono menambahkan, pinjaman tersebut awalnya lancar dibayarkan. Namun, sejak pandemi Covid-19, kondisinya memburuk sehingga ia gagal bayar.
“Dulu lancar. Waktu pandemi bisa dibilang bangkrut. Sehingga tidak bisa mengangsur kewajiban,” ungkapnya.
Baca juga: Kamu Belum Punya Rumah? Tengok Boyolali, Tipe 30 Cuma Rp 140 Juta
Kasus ini bermula dari riwayat tanah kas Desa Randusari yang sejak 1980-an digunakan sebuah yayasan untuk mendirikan sekolah swasta di jalur Semarang-Solo.
Lahan tersebut kemudian diganti dengan empat bidang tanah lain melalui sistem tukar guling.
Namun, tanah pengganti itu kala itu tidak langsung disertifikatkan atas nama pemerintah desa, melainkan hanya dicatat sebagai bondo deso atau aset desa.
Saat Budiyono menjabat kepala desa, salah satu dari empat bidang tanah itu ia sertifikatkan atas namanya, lalu dipakai untuk agunan pinjaman Rp 1,4 miliar di Bank Jateng.
“Waktu itu tanggung jawab saya pribadi. Waktu itu saya pinjam sekitar Rp 1 miliar,” jelas Budiyono.
Baca juga: Modus Sindikat Uang Palsu: Produksi di Sleman, Edarkan ke Boyolali
Kini, akibat gagal bayar, pihak bank berencana melelang tanah tersebut. Informasi dari Bank Jateng menyebutkan, proses lelang seharusnya dilakukan pada pertengahan Agustus 2025.