KILAS

Sejarah Penamaan Kota Makassar, dari Peristiwa Sakral hingga Sebutan Ujung Pandang

Kompas.com - 15/09/2025, 15:53 WIB
Tsabita Naja,
Dwinh

Tim Redaksi

Sementara itu, nama Kota Ujung Pandang diresmikan pada 14 September 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 1971 yang berlaku pada 1 September 1971.

Perubahan nama dari Makassar menjadi Ujung Pandang ini mendapat tanggapan dari tiga budayawan asal Makassar, seperti A. Zainal Abidin Farid, Mattulada, dan Dg Mangemba.

Ketiga budayawan ini menyampaikan tuntutannya mengenai pengembalian nama Makassar pada 17 Juli 1976. 

Baca juga: Sejarah Perubahan Nama Kota Makassar yang Pernah Disebut Ujung Pandang

Sejak saat itu, upaya pengembalian nama terus dilakukan sampai 1995. Pada 21 Agustus 1995, Wali Kotamadya Ujung Pandang Malik B Masry mengadakan seminar untuk membahas pengembalian nama Kota Makassar.

Empat tahun kemudian, diterbitkan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotamadya Ujung Pandang Nomor 05/Pim/DPRD/VIII/1999 yang memuat persetujuan DPRD Kotamadya Ujung Pandang atas rencana perubahan nama Ujung Pandang menjadi Makassar.

Perkembangan Kota Makassar

Terletak di pesisir barat daya Pulau Sulawesi, Kota Makassar tergolong sebagai salah satu kota terbesar di Indonesia jika dilihat dari aspek pembangunan dan demografisnya dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini.

Suku yang mayoritas tinggal di Kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa.

Baca juga: Mengapa Indonesia Memiliki Banyak Suku Bangsa? Ini Faktor Penyebabnya!

Kota Makassar diperkirakan berkembang setelah dipimpin oleh Raja Gowa ke-9, Tumaparisi Kallonna (1510-1546). 

Di masa pemerintahannya, Tumaparisi memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, dan mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.

Pada abad ke-16, Makassar telah berubah menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur. 

Kala itu, raja-raja Makassar telah menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat. Seluruh pengunjung di Makassar berhak berdagang di sana, kecuali Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang hendak memperoleh hak monopoli Kota Makassar. 

Baca juga: Kolonialisme di Indonesia: Dari VOC hingga Penjajahan Jepang

Selain didukung oleh sektor perdagangan, perkembangan Makassar juga dipengaruhi faktor agama. Rakyat Makassar diketahui bersikap toleran terhadap berbagai macam agama yang ada di Makassar, seperti Islam dan Kristen.

Umat Islam dan Kristen diperbolehkan tetap berdagang di Makassar, sehingga Makassar secara perlahan menjadi pusat perdagangan penting. 

Akan tetapi, kontrol kekuasaan Makassar mulai menurun setelah Belanda berhasil memonopoli perdagangan rempah-rempah melalui VOC.

Pada 1669, Belanda bersama dengan Sultan Bone La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan Sekutu Belanda menyerang Kerajaan Gowa-Talloyang karena dianggap sebagai penghalang untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia Timur.

Baca juga: Kehidupan Sosial Kerajaan Gowa-Tallo

Setelah berperang, Kerajaan Gowa-Tallo terdesak dan memutuskan menandatangani Perjanjian Bongaya. Melalui penandatanganan ini, Makassar secara resmi berada di bawah kekuasaan VOC.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang

Halaman:

Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau