SUMEDANG, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumedang menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi pemanfaatan dan pengelolaan hasil penebangan kayu pada lahan pinjam pakai kawasan hutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk proyek Tol Cisumdawu pada tahun 2020.
Kawasan IPPKH Tol Cisumdawu berada di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Sumedang, Divisi Regional Jawa Barat dan Banten.
Kedua tersangka yang ditetapkan adalah OK, asisten Perhutani PKPH Conggeang KPH Sumedang, dan NNS, asisten Perhutani PKPH Ujungjaya KPH Sumedang.
Baca juga: Pasar Murah Kejari Sumedang Diserbu Warga, Bantu Ringankan Beban Ekonomi
Kepala Kejaksaan Negeri Sumedang, Adi Purnama menyatakan, hasil penyidikan menunjukkan kerugian negara mencapai Rp 2,1 miliar.
"Dalam kasus korupsi ini, tim penyidik menemukan dua modus operandi yang dilakukan oleh kedua tersangka," ujar Adi dalam jumpa pers di kantor Kejari Sumedang, Kamis (14/8/2025).
Adi menjelaskan, modus operandi tersebut meliputi penggelembungan biaya untuk penebangan dan pengangkutan kayu, serta penjualan hasil produksi kayu, seperti kayu bakar dan kayu perkakas, yang tidak disetorkan ke kas negara.
Baca juga: Kejari Sumedang Tetapkan 2 Tersangka Dispensasi Kawin di Bawah Umur
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 8, Pasal 2, dan Pasal 3 junto Pasal 18, 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan UU Tindak Pidana Korupsi.
"Kami juga menahan tersangka OK dan NNS untuk mencegah penghilangan barang bukti dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya," tambah Adi.
Meskipun telah menetapkan dua tersangka, Adi menegaskan, penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain.
"Penyidikan masih terus berjalan, jadi tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru," ucapnya.
Sebelumnya, Kejari Sumedang telah mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam pemanfaatan kayu di kawasan hutan untuk pembangunan proyek Tol Cileunyi, Sumedang, Dawuan (Cisumdawu).
Adi menjelaskan, setelah penyelidikan komprehensif, kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan, dengan fokus pada dugaan penyimpangan dalam pelaksanaan pemanfaatan dan pengelolaan hasil tebangan kayu di lahan seluas 100,80 hektar.
Lahan tersebut termasuk dalam kawasan hutan dengan status IPPKH, yang digunakan dalam proyek strategis nasional pembangunan Tol Cisumdawu antara tahun 2019 hingga 2020.
"Dari hasil pendalaman awal, tim penyidik menemukan indikasi terjadinya mark-up biaya dalam kegiatan penebangan dan pengangkutan kayu," ungkap Adi.
Penyidik juga menemukan adanya penggelapan uang hasil penjualan kayu produksi dan pemalsuan laporan pertanggungjawaban oleh oknum internal Perhutani.
"Total kerugian negara dari keseluruhan praktik ilegal ini ditaksir mencapai Rp 1,95 miliar," jelasnya.
Adi menegaskan, komitmen untuk menindak tegas setiap penyimpangan, terutama yang berkaitan dengan proyek strategis nasional seperti pembangunan jalan tol.
Proses penyidikan masih berlangsung dan keterangan dari pihak internal Perhutani telah diminta untuk mengungkap peran masing-masing dalam perkara ini.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini