KOMPAS.com - Bencana banjir melanda sejumlah wilayah di Bali sejak beberapa hari lalu.
Menurut Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Raditya Jati, banjir tersebut merupakan salah satu contoh bahwa bencana hidrometeorologi semakin sulit diprediksi.
"Kalau Bapak, Ibu sempat melihat pemberitaan luar negeri, mereka membahas secara spesifik karena ini ada kegiatan aktivitas internasional yang memang Bali adalah salah satu destinasi wisata yang terkenal. Jadi, menjadi suatu hal fenomena yang mungkin ketidakpastiannya dan tidak dapat diprediksinya sangat tinggi sekali," ujar Raditya dalam webinar, Jumat (12/9/2025).
Ia memperingatkan bahwa bencana akan menganggu pencapaian target tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Pencapaian target SDGs tidak dapat terpisahkan dari pengurangan risiko bencana dan dampak krisis iklim karena indikatornya saling terkait.
"Hulunya, pemicunya adalah perubahan iklim, tengahnya adalah bencana, hilirnya adalah SDGs. Enggak bisa lagi kita pecah," ucapnya.
Misalnya, bencana banjir siklus lima tahunan awal 2025 lalu di Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabekpunjur). Kerugian ekonomi dari banjir tersebut lebih dari 1,6 miliar.
Baca juga: Bencana Alam Sebabkan Kerugian Ekonomi 135 Miliar Dollar AS di Paruh Pertama 2025
Jika ditinjau lebih lanjut, bencana banjir siklus 5 tahunan itu memang ancamannya berasal dari alam, tetapi di baliknya tetap ada ulah manusia. Mulai dari peralihan fungsi lahan, kerusakan lingkungan, sedimentasi, hingga pengelolaan yang keliru.
"Kejadian bencana bisa mengakibatkan kemiskinan. Padahal kita bicara tidak ada kemiskinan di SDGs," tutur Raditya.
Selain semakin sulit diprediksi, krisis iklim juga memperparah dampak bencana hidrometeorologi, dengan meningkatkan frekuensinya. Berdasarkan data BNPB, sejak 2004, telah terjadi lebih dari 3.000 kejadian dengan 95 persen di antaranya merupakan bencana hidrometrologi.
"Artinya kalau hidrometeorologi, dampaknya bisa banjir, banjir bandang, bahkan kebalikannya adalah kekeringan. Namun kalau kita perhatikan dari semua kejadian bencana yang ada di Indonesia, sebenarnya tonggak wake up call kita adalah pada saat terjadinya tsunami Samudera Hindia 2004 dan berdampak pada Aceh," ucapnya.
Baca juga: Hadir di EDRR 2025, Astra Tunjukkan Komitmen Kesiapsiagaan Bencana Nasional
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya