MAKASSAR, KOMPAS.com - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Makassar, Sulawesi Selatan, melakukan penindakan terhadap satu toko di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, yang diduga mengedarkan kosmetik mengandung bahan berbahaya, Senin (27/10/2025).
Dalam operasi tersebut, sebanyak 4.771 produk kosmetik disita dengan nilai diperkirakan mencapai Rp 700 juta.
Kepala BBPOM Makassar, Yosef Dwi Irwan, menjelaskan bahwa penindakan ini dilakukan berkolaborasi dengan Polda Sulsel dan Bea Cukai Makassar.
Baca juga: Kepala MBG Kalbar Akui Lalai Sajikan Ikan Hiu: Bisa Saja Mengandung Merkuri
Operasi ini berawal dari penyelidikan petugas setelah menerima laporan masyarakat mengenai peredaran kosmetik tanpa izin edar yang mengandung bahan berbahaya.
"Pada tanggal 16 Oktober 2025, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM di Makassar bersama dengan Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Sulsel melakukan kegiatan operasi penindakan terhadap salah satu toko di Sidrap," ujar Yosef dalam keterangannya, Senin (27/10/2025).
Toko kosmetik tersebut diketahui milik seorang wanita berinisial P (32).
Dalam operasi, petugas menemukan 55 item kosmetik berbagai jenis yang tidak memiliki izin edar.
"Selain menjual produk kosmetik tanpa izin edar, pemilik juga melakukan proses produksi kosmetik. Hal ini terlihat dari temuan alat produksi sederhana seperti baskom dan sendok pengaduk yang digunakan untuk meracik produk sesuai pesanan konsumen," lanjut Yosef.
Baca juga: Sidang Kasus Kosmetik Merkuri di Makassar, Kuasa Hukum Sebut Terdakwa Hanya Menjual Produk
Lebih lanjut, hasil pengujian terhadap ribuan produk kosmetik tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mengandung merkuri.
Produk-produk tersebut sebagian besar berasal dari Thailand dan memiliki klaim pemutih, seperti Alpha Arbutin Collagen Whitening Capsule dan Q-nic Care Whitening Undearm Cream.
P diketahui memasarkan kosmetik berbahaya ini dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 35.000 hingga Rp 700.000.
"Kosmetik tanpa izin edar ini tidak dipajang secara terbuka, melainkan disimpan di tempat tertentu, seperti di bagian bawah kasir dan di laci kasir, agar tidak terlihat jelas. Artinya, pemilik memang mengetahui bahwa produknya dilarang untuk diperjualbelikan," kata Yosef.
Baca juga: Sidang Kasus Kosmetik Merkuri, Mira Hayati: Saya Tak Pernah Lakukan Tindak Pidana
Yosef menambahkan bahwa produk kosmetik milik P ini belum melalui evaluasi mutu dan keamanan, sehingga berisiko bagi kesehatan.
Selain itu, produk yang masuk dari luar negeri tanpa melalui mekanisme yang sesuai regulasi dapat menyebabkan kerugian negara dari sektor pajak.
Saat ini, pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan ahli telah dilakukan, sementara pemilik berinisial P belum dapat diperiksa karena tidak berada di tempat saat operasi.