Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Werdha Candratrilaksita
Civitas Academica

Penulis sedang menyelesaikan Disertasi pada Program Doktor Administrasi Publik Universitas Diponegoro.

Ironi Kemenkeu yang Konon Berintegritas

Kompas.com - 11/02/2025, 09:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU pertama dalam sejarah, presiden mengunjungi Gedung Kementerian Keuangan di Lapangan Banteng, Jakarta.

Selama ini, presiden hanya terhenti di Gedung DJP di Jalan Gatot Subroto, untuk menunjukkan kepatuhan menyampaikan SPT tahunan.

Namun kali ini, Presiden Prabowo Subianto langsung mengunjungi Gedung Kemenkeu di Lapangan Banteng untuk memantau peluang melakukan efisiensi anggaran.

Saat khalayak ramai membicarakan efisiensi anggaran (dibaca: pemangkasan) sebesar Rp 306 triliun, muncul kabar media bahwa Dirjen Anggaran, Isa Rachmatarwata, dijadikan tersangka pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung.

Baca juga: Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Jadi Tersangka Jiwasraya, Apa Perannya?

Kasusnya terjadi belasan tahun lalu, saat tersangka menjadi pejabat eselon II di BAPEPAM-LK yang saat ini berubah menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Saat bersamaan, Kemenkeu juga sedang menghadapi kekisruhan Coretax DJP, aplikasi perpajakan baru yang konon dibangun dengan biaya sangat mahal Rp 1,2 triliun, yang hingga saat ini belum beroperasi secara baik dan menyulitkan wajib pajak.

Jejak kasus korupsi di Kemenkeu

Kasus korupsi mendera Kemenkeu bukan hal baru. Jika kita merunut sejak reformasi Kemenkeu pada 2007, puluhan kasus terjadi yang mayoritas di DJP dan DJBC.

Mulai dari kasus Gayus Tambunan, Angin Prayitno, Dhana Widyatmika, Bahasyim Assifie, Handang Soekarno, Pargono Riyadi, dan lain-lain, hingga terakhir kasus Rafael Alun Trisambodo yang semuanya berkaitan dengan suap dan gratifikasi di DJP.

Sedangkan di DJBC, beberapa kasus mengemuka seperti kasus suap impor tekstil, kasus suap pengadaan kapal patroli, kasus suap impor gula, dan sejumlah kasus gratifikasi.

Tidak hanya di DJP dan DJBC, kasus suap dan gratifikasi terjadi juga di DJKN terkait lelang dan pemanfaatan aset seperti kasus Husbi Waris dan kasus pemalsuan dokumen aset jaminan BLBI. Semua kasus tersebut menjadi sorotan publik dan telah berkekuatan hukum tetap.

Sepanjang 20 tahun terakhir, "hanya" belasan kasus korupsi yang mendera Kemenkeu, di mana kasus terkonsentrasi di tiga Direktorat Jenderal, yaitu pajak (DJP), bea cukai (DJBC), dan kekayaan negara (DJKN).

Data ini mengindikasikan Kemenkeu masih relatif baik memberi harapan reformasi birokrasi berjalan di Indonesia.

Namun, kasus-kasus yang menjadi sorotan publik di tiga Ditjen tersebut bisa jadi adalah puncak gunung es. Bisa saja masih banyak praktik yang harus dibongkar di bawah gunung es itu.

Kita sering mendengar celoteh dari wajib pajak, pengusaha ekspor-impor, dan para pemenang lelang aset negara termasuk aset BUMN, yang berceloteh bahwa mereka memberi sesuatu ke petugas.

Meskipun celoteh itu bisa saja hanya fitnah atau mungkin juga benar, tapi sulit dibuktikan.

Isu kasus Rp 300 triliun pun, temuan PPATK yang diramaikan oleh Menko Polhukam era Mahfud MD, hingga saat ini publik tidak mengetahui rimbanya.

Apakah di dalam rimba menemukan telaga keadilan atau menguap menjadi awan kelabu?

Sekurang-kurangnya isu Rp300 triliun terkait pajak dan bea cukai menjadi early warning bagi Menkeu untuk lebih fokus membenahi birokrasinya.

Integritas

Seluruh upaya reformasi birokrasi Kemenkeu, mungkin hanya di atas kertas dan formalitas belaka. Hal yang sama diterapkan di banyak kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dengan panduan dan supervisi dari Kementerian PANRB.

Bentuk praktis reformasi birokrasi seperti WBK (Wilayah Bebas Korupsi) dan WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih Melayani).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau