JAKARTA, KOMPAS.com - Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2025 masih berada di level ekspansif sebesar 52,4 poin. Namun, angka ini turun dibandingkan dengan PMI bulan sebelumnya sebesar 53,6.
Momentum perayaan keagamaan terutama Lebaran dan liburan setelahnya telah menjadi penahan laju penurunan PMI lebih dalam lagi.
Momentum perayaan keagamaan setiap tahunnya selalu menjadi titik lonjakan permintaan bagi produk-produk manufaktur dan diikuti dengan kenaikan PMI.
Baca juga: PMI Indonesia Februari 2025 Naik, Bukti Ketahanan Industri Manufaktur
Namun kali ini lonjakan tersebut tidak terjadi. Momentum perayaan keagamaan kali ini hanya mampu menjadi penopang PMI agar tidak turun lebih dalam lagi.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief mengungkapkan, berdasarkan laporan perusahaan industri pada Kemenperin, diketahui bahwa penjualan produk manufaktur terutama untuk produk Industri Makanan, Minuman serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mengalami penurunan penjualan pada saat menjelang lebaran.
Penurunan penjualan di antaranya disebabkan pelemahan daya beli masyarakat.
“Perlambatan ini juga terlihat dari laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Maret 2025 yang berada di angka 52,98 atau turun tipis 0,17 poin dibandingkan Februari 2025. Tetapi para pelaku industri masih menyampaikan optimisme yang tinggi dalam menjalankan usaha di Indonesia,” ujarnya dalam siaran persnya, Kamis (3/4/2025).
Baca juga: Januari Gemilang, Inflasi Volatile Food Tetap Terkendali dan PMI Ekspansi Lebih Tinggi
Berdasarkan data yang dirilis oleh S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2025 mampu melampaui China (51,2), Vietnam (50,5), Thailand (49,9), Taiwan (49,8) Amerika Serikat (49,8) Myanmar (49,8), Belanda (49,6), Korea Selatan (49,1), Prancis (48,9), Jerman (48,3), Jepang (48,3), dan Inggris (44,6).
Hampir semua negara ASEAN mengalami penurunan PMI pada bulan Maret ini, bahkan di beberapa negara PMI masih tetap kontraksi.