SEMARANG, KOMPAS.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mengecam keras tindakan Polda Jawa Tengah yang diduga melakukan penangkapan sewenang-wenang terhadap ratusan warga pasca-aksi di Semarang.
Sejumlah korban yang melapor mengaku ditangkap secara acak saat sedang beraktivitas normal, seperti pulang sekolah, nongkrong, bahkan saat sedang membeli es teh.
Diketahui, saat ini Polda Jateng menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam aksi perusakan di Semarang.
Baca juga: LBH Ungkap 6 Pelanggaran Hukum Polda Jateng Saat Tangani Demo di Semarang
Direktur LBH Semarang yang juga relawan Suara Aksi, Ahmad Syamsuddin Arief menyoroti salah tangkap terhadap ratusan warga, khususnya anak-anak telah menimbulkan trauma berat bagi korban dan keluarganya.
"Perbuatan sewenang-wenang Kepolisian Polda Jawa Tengah telah menebar ketakutan dan menciptakan rasa trauma kepada masyarakat, pelajar dan orang tua yang ditahan," tutur Arief di kantornya, Rabu (3/9/2025).
Dia mengatakan, sebagian besar pelajar ditangkap secara acak saat pulang sekolah, nongkrong, atau sekadar melintas di sekitar lokasi aksi.
Mereka ditahan tanpa dasar, dipaksa mengaku, dan tidak diberi akses kepada advokat maupun keluarga.
"Setiap ada remaja yang nongkrong atau lewat diberhentikan, bahkan ada yang sampai jatuh dari motor, ada juga yang dipukuli oleh aparat kepolisian yang tidak berseragam," imbuh anggota Tim Hukum Suara Aksi, Kahar Muamalsyah.
Tim Hukum juga mendapati korban salah tangkap yang ditahan lebih dari 1x24 jam menunjukkan gejala trauma.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan psikolog, anak ini terlihat linglung, tidak nyambung dan saat ditanyai dia takut salah menjawab karena takut dipukul petugas. Ada dugaan dia mengalami kekerasan saat ditangkap oleh kepolisian," katanya.
Beberapa korban salah tangkap telah mengadu ke posko pengaduan dan bantuan hukum Suara Aksi yang memiliki 40 relawan advokat.
"Beberapa penangkapan sewenang-wenang ini dilakukan terhadap 3 perempuan yang bukan peserta massa aksi yang saat itu membeli es teh," kata Kahar.
Ia menyebut, saat akan ditangkap, tiga perempuan itu sudah menyampaikan kalau mereka bukan massa aksi, tetapi tetap ditangkap.
"Karena tim advokasi tidak mendapatkan akses untuk masuk, maka tiga perempuan ini tidak mendapatkan pendampingan," lanjutnya.
Baca juga: Polda Jateng Ungkap Ratusan Pelajar dari Demak dan Ungaran Ikut Aksi Rusuh di Semarang
Ia menilai praktik ini mengancam masa depan generasi muda.
Untuk itu mereka meminta polisi bertanggung jawab penuh atas insiden itu.
Lebih lanjut, Tim Hukum Suara Aksi mendesak Polda Jateng mencabut status tersangka terhadap para pelajar, menghentikan praktik penangkapan sewenang-wenang, serta memulihkan hak-hak korban.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini