KOMPAS.com – Reog Ponorogo dari Ponorogo, Jawa Timur, masuk daftar Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage) UNESCO, menurut keputusan Sidang ke-19 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Paraguay, Selasa (3/12/2024).
Dengan demikian, reog ponorogo jadi Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia ke-14 yang masuk daftar UNESCO.
Baca juga:
"Masuknya Reog Ponorogo sebagai sebuah representasi kekayaan warisan budaya Indonesia, yang memadukan keberanian, solidaritas, dan keindahan tradisi lokal ke dalam daftar WBTb UNESCO merupakan kebanggaan sekaligus pengingat tanggung jawab kolektif kita untuk menjaga dan mewariskannya kepada generasi mendatang," ujar Menteri Kebudayaan, Fadli Zon lewat keterangan resmi, dikutip Rabu (4/12/2024).
Nah, ada beberapa versi terkait sejarah reog ponorogo. Berikut selengkapnya.
Menurut buku “Mengenal Kesenian Nasional 5 – Reog” karya Kustopo (2020) terbitan ALPRIN, mulanya reog ponorogo berisi cerita tentang raja dari Kerajaan Bantarangin, yang saat ini dikenal sebagai Kota Ponorogo.
Raja tersebut bernama Raja Kelana Suwandana. Sang raja berniat melamar putri Kerajaan Kediri, yang bernama Dewi Ragil Kuning atau Putri Sanggalangit.
Namun, di tengah perjalanan, Raja Kelana Suwandana dicegat oleh Raja Kediri yang bernama Singabarong, bersama bala tentaranya yang terdiri dari burung merak dan singa.
Sementara itu, dari pihak Raja Kelana Suwandana, ada wakilnya bernama Bujanganom dan dikawal oleh warok.
Nah, warok ini disebut sebagai pengawal raja yang punya kekuatan ilmu hitam dan mampu mematikan lawan-lawannya.
Para warok biasanya memakai celana hitam dan baju hitam. Bajunya dibiarkan terbuka, memperlihatkan kaus lorek-lorek. Senjata yang digunakan para warok adalah pecut atau cemeti.
Akhirnya, terjadilah perang antara Kerajaan Bantarangin melawan Kerajaan Kediri.
Baca juga:
View this post on Instagram
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya