Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Monas dan Menteng, 2 Wajah Sejarah Jakarta yang Terpaut Seabad

Kompas.com - 07/10/2025, 05:05 WIB
Anggara Wikan Prasetya

Penulis

Sumber Antara

KOMPAS.com - Meski jaraknya hanya sepelemparan batu, kawasan Monas dan Menteng di Jakarta Pusat menyimpan sejarah perkembangan kota yang terpaut waktu sekitar seratus tahun.

Keduanya merefleksikan dua era berbeda dalam perjalanan panjang urbanisasi Batavia, dari masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels pada awal 1800-an hingga kebangkitan arsitektur modern kolonial di awal abad ke-20.

Hal ini diungkapkan oleh Founder SANA Kenal Kota, Abimantra Pradhana, saat memandu tur jalan kaki menyusuri kawasan Jalan Sabang, Jakarta Pusat, yang berada di antara dua kawasan bersejarah tersebut, Weltevreden (kini sekitar Monas) dan Menteng.

Baca juga: Apa Itu Lebaran Betawi yang Digelar di Monas?

“Bedanya antara Weltevreden dan Menteng itu kira-kira 100 tahun. Weltevreden dibangun sekitar 1800 ketika VOC bangkrut dan Daendels datang, sedangkan Menteng dibangun tahun 1910,” ujar Abimantra dilansir dari Antara.

Weltevreden: Cikal bakal pusat pemerintahan kolonial

Pembangunan kawasan Weltevreden dimulai pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels (1806–1811), Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang dikenal pula dengan proyek besar Jalan Raya Pos Anyer–Panarukan.

Wilayah ini kemudian menjadi pusat aktivitas politik dan pemerintahan kolonial Belanda, menggantikan kota lama Batavia di sekitar Kota Tua yang dianggap terlalu padat dan tidak sehat.

Ilustrasi Monas. Bamus Betawi ajak warga Jakarta bersatu mulai dari tingkat Kampung.UNSPLASH/FUAD NAJIB Ilustrasi Monas. Bamus Betawi ajak warga Jakarta bersatu mulai dari tingkat Kampung.

Weltevreden berkembang menjadi pusat administratif dengan bangunan-bangunan monumental seperti Istana Gubernur Jenderal (kini Istana Merdeka), Gedung Museum Nasional, dan taman-taman luas di sekitarnya — yang kelak menjadi kawasan Monas.

Menteng: Kota taman modern awal abad ke-20

Seabad kemudian, pada awal 1900-an, perubahan besar terjadi. Pembukaan Pelabuhan Tanjung Priok dan kebijakan Politik Etis yang membuka kesempatan ekonomi bagi masyarakat Hindia Belanda menyebabkan lonjakan populasi Batavia dari 75.000 menjadi sekitar 150.000 jiwa.

Pemerintah kolonial kemudian memutuskan untuk memperluas kota ke arah selatan, ke wilayah yang kini dikenal sebagai Menteng.

Baca juga: Itinerary 1 Hari di Menteng, Ngabuburit Sambil Wisata Kemerdekaan

Kawasan ini dirancang oleh P.A.J. Moojen, arsitek sekaligus seniman asal Belanda, pada tahun 1910. Ia memadukan konsep garden city atau kota taman, dengan banyak ruang hijau dan rumah berpekarangan luas.

“Moojen menggambar kota dengan sangat artistik. Tapi karena banyak lahan yang dianggap tidak efisien, maka pembangunan tahap kedua pada 1918–1930 lebih terstruktur, dengan taman-taman lebih kecil dan batas kanal di sekitar Taman Suropati,” jelas Abimantra.

Menteng, laboratorium arsitektur kolonial

Pembangunan Menteng menandai lahirnya era baru dalam sejarah arsitektur Jakarta. Sebelum 1900, kebanyakan bangunan di Batavia dirancang oleh insinyur militer dengan gaya seragam dan fungsional, seperti Museum Nasional dan Istana Merdeka.

Namun, dengan munculnya generasi arsitek Belanda lulusan sekolah formal, seperti Moojen, mulai berkembang gaya baru yang disebut “New Indies”, perpaduan antara arsitektur Eropa dan penyesuaian iklim tropis Nusantara.

 Museum Bekasi Gedung Joang 45.Kompas.com/Suci Wulandari Putri Museum Bekasi Gedung Joang 45.

Menurut Abimantra, Menteng menjadi semacam “laboratorium arsitektur” tempat para arsitek Belanda bereksperimen dengan rancangan rumah dan tata kota modern.

Hasilnya, hingga kini Menteng dikenal sebagai kawasan bersejarah yang mempertahankan karakter arsitektur kolonial tropis, sekaligus menjadi salah satu kawasan elit dan hijau di jantung Jakarta.

Dua warisan di satu kota

Kawasan Monas (Weltevreden) dan Menteng merepresentasikan dua babak penting dalam sejarah urban Jakarta:

  • Weltevreden melambangkan kekuasaan dan pusat pemerintahan kolonial abad ke-19.
  • Menteng mencerminkan peralihan menuju tata kota modern pada abad ke-20.

Baca juga: Itinerary Seharian Napak Tilas G30S di Menteng Jakarta Pusat

Meski dibangun dalam konteks kolonial, keduanya kini menjadi bagian integral dari identitas Jakarta sebagai kota yang terus berevolusi, dari Batavia kolonial menuju metropolis modern yang kaya sejarah.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
Gratis Piknik Malam Lihat Supermoon di Planetarium Jakarta, Ini Caranya
Gratis Piknik Malam Lihat Supermoon di Planetarium Jakarta, Ini Caranya
Travelpedia
FOTO: Museum Arkeologi Terbesar di Dunia yang Baru Buka di Mesir
FOTO: Museum Arkeologi Terbesar di Dunia yang Baru Buka di Mesir
Travel News
Lift Kaca dan Bayangan Pembangunan di Tebing Bali
Lift Kaca dan Bayangan Pembangunan di Tebing Bali
Travel News
Saat Bromo Tak Sekadar Menawarkan Pemandangan, tapi Juga Cerita Hidup
Saat Bromo Tak Sekadar Menawarkan Pemandangan, tapi Juga Cerita Hidup
BrandzView
Wings Air Buka Rute Nabire-Biak PP, Terbang Dua Kali Seminggu
Wings Air Buka Rute Nabire-Biak PP, Terbang Dua Kali Seminggu
Travel News
Daftar Lengkap Cuti Bersama 2026, dari Imlek hingga Natal
Daftar Lengkap Cuti Bersama 2026, dari Imlek hingga Natal
Travel News
Patung Hachiko di Tokyo, Kisah Anjing Paling Setia di Dunia yang Bikin Haru Wisatawan
Patung Hachiko di Tokyo, Kisah Anjing Paling Setia di Dunia yang Bikin Haru Wisatawan
Travelpedia
Arab Saudi Kurangi Masa Berlaku Visa Umrah, Kini Hanya 1 Bulan
Arab Saudi Kurangi Masa Berlaku Visa Umrah, Kini Hanya 1 Bulan
Travel News
Keraton Yogyakarta Setop Pentas Gamelan Wisata hingga Pemakaman PB XIII
Keraton Yogyakarta Setop Pentas Gamelan Wisata hingga Pemakaman PB XIII
Travel News
Mesir Buka Grand Egyptian Museum, Ada 5.000 Koleksi Firaun Tutankhamun
Mesir Buka Grand Egyptian Museum, Ada 5.000 Koleksi Firaun Tutankhamun
Travel News
Awas Pungli, Retribusi Masuk Kawasan Wisata Cibodas Masih Gratis
Awas Pungli, Retribusi Masuk Kawasan Wisata Cibodas Masih Gratis
Travel News
Pembangunan Lift Kaca Kelingking Beach Disetop Sementara, Dipasang Garis Polisi
Pembangunan Lift Kaca Kelingking Beach Disetop Sementara, Dipasang Garis Polisi
Travel News
Dihadang Angkutan Umum, Transjakarta Hentikan Sementara Rute Pulogadung–Kampung Melayu
Dihadang Angkutan Umum, Transjakarta Hentikan Sementara Rute Pulogadung–Kampung Melayu
Travel News
3 Karya Budaya Wonosobo Masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
3 Karya Budaya Wonosobo Masuk Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2025
Travel News
Libur Akhir Tahun, Waspada Puncak Musim Hujan dan Baca Tips Ini
Libur Akhir Tahun, Waspada Puncak Musim Hujan dan Baca Tips Ini
Travel News
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau