GAZA, KOMPAS.com – Militer Israel menggempur Kota Gaza dengan serangan darat dan udara pada Kamis (18/9/2025), mendorong ribuan warga sipil Palestina mengungsi ke arah selatan wilayah tersebut.
Asap hitam membubung tinggi di atas kota, sedangkan antrean panjang warga terlihat meninggalkan rumah mereka.
Sebagian berjalan kaki, sebagian lainnya naik kendaraan atau gerobak keledai, membawa barang seadanya yang ditumpuk tinggi.
Baca juga: Potret Ribuan Warga Palestina Mengungsi Lagi, Bom Israel Hujani Gaza
Pengungsi Palestina membawa barang-barang mereka menuju selatan, melewati jalan di kamp pengungsian Nuseirat di Gaza Tengah, setelah Israel memerintahkan evakuasi sebelum kembali menyerang pada Selasa (16/9/2025).Menurut Aya, Israel meminta warga pindah ke selatan, tetapi tak ada jaminan tempat tinggal.
“Di mana kami akan tinggal? Tidak ada tenda, tidak ada transportasi, tidak ada uang,” lanjutnya.
Biaya untuk melarikan diri pun melonjak drastis. Dalam beberapa kasus, ongkos perjalanan ke selatan mencapai lebih dari 1.000 dollar AS atau sekitar Rp 16,5 juta.
“Situasinya tak tergambarkan—kerumunan di mana-mana, suara ledakan, orang-orang menjerit sambil membawa barang-barang mereka,” kata Shadi Jawad (47), yang mengungsi bersama keluarganya pada Rabu (17/9/2025).
Ketika truk pengangkut barang mereka mengalami pecah ban, sejumlah barang jatuh ke jalan.
“Saat kami mengumpulkan kembali barang-barang itu, saya menatap langit dan berdoa, 'Tuhan, kirimkan rudal agar kami terbebas dari semua ini’,” ujarnya lirih.
Baca juga: Israel Terbukti Lakukan Genosida di Gaza, Tetangga RI Akan Bertindak
Gambar ini diambil dari posisi di perbatasan Israel dengan Jalur Gaza, menunjukkan asap mengepul di tengah pengeboman Israel ke Gaza pada Selasa (16/9/2025).Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyebut kondisi pengungsian yang semakin menyempit dan tidak manusiawi.
“Perintah evakuasi di Gaza utara memicu gelombang pengungsian baru. Rumah sakit berada di ambang kehancuran akibat pertempuran yang terus meningkat,” tulisnya di platform X (dulu Twitter).
WHO mengaku kesulitan mengirimkan pasokan medis penting karena akses yang terputus.
Sementara itu, Rumah Sakit Al Shifa di Kota Gaza menerima jenazah 20 orang yang tewas akibat serangan Israel sejak tengah malam.