KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kendal menyatakan keberatan atas rencana penerapan sekolah lima hari di wilayah tersebut.
Bupati Kendal, Dyah Kartika Permanasari, menilai kebijakan yang saat ini masih digodok di tingkat Provinsi Jawa Tengah (Jateng) itu tidak tepat jika diterapkan di Kendal.
Bupati yang akrab disapa Mbak Tika ini menuturkan, di Kendal banyak lembaga pendidikan keagamaan, seperti Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) dan madrasah diniyah, yang menggelar kegiatan belajar-mengajar pada sore hari setelah sekolah formal selesai.
"Di Kendal kan banyak sekali TPQ atau diniyah, itu kan kegiatannya setelah pulang sekolah (formal)," kata Mbak Tika, Sabtu (6/9/2025), seperti dilansir dari Tribun Jateng.
Menurut dia, jika kebijakan sekolah lima hari dilaksanakan, maka siswa akan menjalani durasi belajar lebih panjang dan baru pulang pada sore hari.
"Kita ini kan Kota Santri. Nanti kalau sekolah lima hari, kan otomatis jamnya tambah sore, tambah capek dan anak-anak sudah tidak mau lagi sekolah sore ( atau diniyah), karena energinya sudah gak ada," paparnya.
Baca juga: Anamoli Musim Bikin Harga Tembakau di Kendal Anjlok, Petani Mengeluh
Mbak Tika menambahkan, kebijakan sekolah lima hari dikhawatirkan akan mengganggu pendalaman ilmu agama yang selama ini dilakukan siswa selepas sekolah.
"Selain TPQ dan diniyah, kan banyak pondok pesantren di Kendal, banyak santri di sini," ucapnya.
Ia menjelaskan, Pemprov Jateng saat ini tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Lima Hari Sekolah. Nantinya, Raperda tersebut akan dimintakan persetujuan ke masing-masing kabupaten/kota.
"Kami di Kendal menyampaikan tidak setuju, dan masyarakat di sini juga banyak yang tidak setuju. Bisa jadi kabupaten/kota lain setuju, tapi di Kendal tidak," ungkapnya.
Tika menegaskan, Pemkab Kendal akan tetap menerapkan enam hari sekolah agar siswa tetap memiliki ruang untuk memperdalam ilmu agama melalui TPQ, madrasah diniyah, maupun pondok pesantren.
"Kami ingin agar anak-anak di Kendal ini tetap mendapatkan ilmu agama yang lebih banyak, jadi harapan kami tetap enam hari sekolah," tegasnya.
Penolakan juga datang dari masyarakat Kendal. Salah satunya adalah Kunadi, warga Desa Karangmulyo, Kecamatan Pegandon, menilai tidak ada urgensi untuk menerapkan sekolah lima hari.
"Lha urgensinya apa kok mau merubah sekolah dari 6 hari menjadi 5 hari itu," katanya dengan sedikit geram, Sabtu (6/9/2025).
Menurutnya, penerapan 5 hari sekolah justru akan menggangu pendalaman pendidikan agama siswa.