KOMPAS.com - Kepolisian mengimbau masyarakat untuk menghindari jalur Pantura Semarang–Demak akibat banjir yang masih merendam sejumlah titik hingga Rabu (22/10/2025) pagi.
Untuk menghindari kemacetan dan genangan, warga diimbau memanfaatkan jalur alternatif.
Pengendara dari arah Semarang menuju Demak atau sebaliknya disarankan melalui Jalan Wolter Monginsidi, berbelok ke kiri ke arah Jalan Banjardowo, lalu melaju ke Bulusari, Onggorawe, hingga masuk ke wilayah Demak.
“Hindari dulu arah Sayung karena genangannya paling parah di sana. Kalau di wilayah Genuk masih bisa lewat Jalan Wolter Monginsidi, tapi tetap hati-hati karena arusnya padat,” kata Kapolsek Genuk, Kompol Rismanto.
Baca juga: Jalan Pantura Demak-Semarang Masih Tergenang Air Rabu Siang, Macet hingga 6 kilometer
Selain air yang belum surut, kemacetan panjang memperburuk kondisi lalu lintas di kawasan tersebut.
Rismanto menyebut, titik banjir tertinggi di wilayah Semarang berada di depan Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung, dengan ketinggian air mencapai sekitar 30 sentimeter.
“Arus lalu lintas cukup padat, terutama yang mengarah ke Genuk. Titik tertinggi genangan ada di depan RSI Sultan Agung, sekitar 30 sentimeter,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Namun, kondisi terparah justru terjadi di wilayah Sayung, Kabupaten Demak, akibat limpasan air rob yang memperburuk banjir di jalur Pantura tersebut.
“Yang menyebabkan kemacetan panjang itu imbas dari wilayah Sayung. Air rob di sana cukup tinggi, mungkin sekitar 40 sentimeter,” jelasnya.
Baca juga: Empat Sekolah di Semarang Terdampak Banjir, Pembelajaran Dilakukan Secara Daring
Sofie, warga Pudak Payung, menjadi salah satu yang terdampak. Setiap pagi ia biasa berangkat dari rumah menuju tempat kerjanya di Kawasan Industri Terboyo. Namun kali ini, rutinitasnya terhenti.
“Biasanya jam 7.30 sudah jalan, tapi tadi nunggu BRT setengah jam lebih, enggak datang-datang,” katanya sambil memandangi jalanan yang macet oleh antrean kendaraan.
Ia sempat berharap ojek daring datang lebih cepat, tapi pesanan itu terus dibatalkan satu per satu.
“Nunggu ojol juga enggak bisa. Udah lama, tapi batal terus,” keluhnya.
Sofie mengaku kondisi serupa bukan hal baru. Selama lima tahun bekerja di kawasan itu, banjir selalu datang setiap musim hujan.
“Setiap tahun pasti banjir. Langganan. Pompa air kadang enggak nyala, jadi airnya numpuk terus,” ujarnya.