KOMPAS.com - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas di dunia. Posisi geografisnya yang strategis, iklim tropis, dan beragam ekosistem membuat negeri ini menjadi rumah bagi ribuan jenis tumbuhan, termasuk flora endemik Indonesia yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.
Menurut Saraf Fauziah Akbari dalam Pengembangan Kode Batang DNA untuk Kelompok Tumbuhan Magnoliopsida dan Liliopsida berdasarkan Sekuen Daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) dari Genom Inti (2021), hingga tahun 2017 telah diidentifikasi 31.750 jenis tumbuhan dan jamur di Indonesia.
Data ini mencakup 2.273 jenis jamur, 2.722 lumut, 512 lumut kerak, 1.611 pteridofita, dan 24.632 spermatofita.
Jumlah tersebut merepresentasikan 36,83% dari total flora dunia, dan jumlahnya terus meningkat seiring ditemukannya spesies baru.
Baca juga: Flora Endemik Papua: Sagu, Matoa, dan Anggrek Raksasa
Bahkan, tingkat endemisitas flora di Indonesia sangat tinggi, mencapai 40–50% di setiap pulau, kecuali Sumatera yang memiliki sekitar 23% flora endemik.
Fakta ini membuktikan bahwa kekayaan flora endemik Indonesia adalah aset yang tak ternilai, sekaligus menjadi alasan pentingnya menjaga keberlanjutannya.
Namun, kekayaan tersebut kini menghadapi berbagai ancaman flora endemik Indonesia yang bisa menyebabkan hilangnya banyak spesies.
Jika tidak segera ditangani, hal ini akan berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem dan hilangnya plasma nutfah yang seharusnya diwariskan ke generasi mendatang.
Menurut Inggita Utami dan Agung Budiantoro dalam Biologi Konservasi Strategi Perlindungan Keanekaragaman Hayati Indonesia (2021), terdapat delapan ancaman utama terhadap flora endemik di Indonesia:
Pertumbuhan populasi manusia meningkatkan kebutuhan sumber daya alam. Sayangnya, eksploitasi dilakukan tanpa memperhatikan daya pulih ekosistem. Akibatnya, banyak tumbuhan langka mengalami penurunan populasi.
Baca juga: Flora Endemik Bali dan Nusa Tenggara: Majegau, Bambu Alas, hingga Cendana
Habitat alami hancur akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan, pertanian, atau pemukiman. Hal ini mempersempit ruang hidup flora endemik.
Habitat yang terpecah-pecah menjadi fragmen kecil membuat flora sulit berkembang biak, dan mengurangi luas ekosistem yang dapat mendukung kehidupan mereka.
Fungsi habitat berkurang secara perlahan, terutama di hutan hujan tropis yang menjadi rumah bagi 70–80% tumbuhan dan satwa liar.
Masuknya bahan berbahaya ke lingkungan, baik dari aktivitas industri maupun rumah tangga, mengganggu stabilitas ekosistem flora.
Penumpukan nutrisi berlebihan di perairan menyebabkan eutrofikasi, yaitu pertumbuhan alga yang menutupi permukaan air. Kondisi ini menghambat fotosintesis tumbuhan air dan mengganggu rantai makanan.