Framing negatif terhadap anak hasil pola asuh Long Distance Parenting (LDP) seringkali mengemuka seiring kematangan mental anak yang berdampak pada perilaku dalam interaksi sosial.
Apalagi akhir-akhir ini program "Barak Militer" yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim pelajar "nakal" ke barak militer untuk dibina dan dibimbing disinyalir terjadi karena kurangnya kasih sayang dan peran orang tua dalam tumbuh kembang anak. Pola asuh jarak jauh bisa jadi salah satu penyebabnya.
Pola pengasuhan jarak jauh atau Long Distance Parenting (LDP) menurut Jurnal Analisa Sosiologi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditulis oleh Wulandari, R,W., & R.B.Soemanto,D,T,K (2013) adalah pola asuh di mana peran orang tua dalam mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan anak dilakukan dengan cara jarak jauh. Penyebabnya bisa karena orang tua dan anak tinggal tidak berada dalam satu wilayah yang sama, umumnya karena pekerjaan di luar kota atau luar negeri. Sehingga dalam pengasuhannya lebih banyak dihabiskan dengan jarak jauh dan komunikasi secara virtual.
Pola asuh jarak jauh memiliki dampak serius terhadap tumbuh kembang anak terutama kematangan psikologis yang sulit dideteksi secara langsung. Apalagi dalam masa usia emas, peran orang tua sangat dibutuhkan. Hal ini akan mempengaruhi karakter dan komunikasi interpersonal anak terhadap lingkungan sosialnya.
Framing negatif yang sering muncul akibat anak yang dipandang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang orang tua sehingga melakukan kenakalan agar mendapat perhatian dari lingkungannya tidak serta merta bisa dibantah. Kenakalan remaja dan pola asuh anak mungkin memiliki relasi namun lingkunganlah yang berperan besar dalam membentuk kepribadian anak.
Lalu bagaimana agar framing negatif terhadap anak yang pada akhirnya mengganggu kematangan mental bisa ditangkal?. Sebagai anak hasil pola asuh Long Distance Parenting (LDP), saya akan berbagi pengalaman cara yang dilakukan orang tua saya untuk menangkal framing tersebut.
Membangun Komunikasi Interpersonal Anak Dengan Orang Tua
Hubungan jarak jauh memungkinkan terjadinya kesalahpahaman dari suatu komunikasi sehingga konflik sulit dihindari. Konflik yang datang bukan untuk dihindari namun harus dikelola. Disinilah kematangan dan pendewasaan karakter dilatih, melalui komunikasi yang baik, konflik tersebut dapat diminimalisir.
Komunikasi yang melibatkan perasaan dan membangun percakapan dua arah yang hangat dan intens merupakan jenis komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal anak dengan orang tua mampu memelihara hubungan yang utuh. Anak dan orang tua saling terbuka, membentuk karakter anak yang percaya diri.
Komunikasi intens yang dibangun oleh orang tua di tengah kesibukan untuk sekadar mendengar keluh kesah anak membuktikan bahwa komunikasi interpersonal yang dibangun efektif karena orang tua mampu mengamati tumbuh kembang anak. Sehingga anak merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang yang sama seperti bertatap muka dengan orang tuanya secara langsung (Lufipah.,dkk.2022).
Anak perempuan harus mendapatkan kasih sayang paripurna dari seorang ayah agar tidak merasa fatherless dan mencari perhatian ke laki-laki lain, ini sangat bahaya apalagi jika usianya belum matang, begitupun juga anak laki-laki harus mendapatkan perhatian dari peran seorang ibu.