Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Pecah Kongsi Trump dan Musk, Ketika Kepentingan Membelah Perkawanan

7 Juni 2025   07:30 Diperbarui: 7 Juni 2025   08:00 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan (DOGE) Amerika Serikat, Elon Musk (kiri) saat bertemu Presiden AS Donald Trump (kanan) di Ruang Oval Gedung Putih, Washington DC, 11 Februari 2025. (Foto: AFP/JIM WATSON via kompas.com)

Ketika Dua Raksasa Berjalan Beriringan

Hubungan antara Donald Trump dan Elon Musk bukanlah sekadar pertemanan biasa antara politisi dan pengusaha. Keduanya merepresentasikan dua kutub kekuatan besar di Amerika: politik populis kanan dan teknologi disruptif. 

Sejak masa kepresidenannya, Trump melihat Musk sebagai ikon inovasi yang bisa memperkuat citra Amerika sebagai bangsa unggul, mandiri, dan terdepan dalam sains. 

Di sisi lain, Musk juga tak segan menunjukkan simpati terhadap kebijakan Trump, terutama dalam isu perpajakan perusahaan, deregulasi bisnis, dan resistensi terhadap dominasi lembaga multinasional. Keduanya memiliki kesamaan visi: menantang status quo, baik itu dalam politik mapan maupun dalam dominasi korporasi lama.

Momen-momen seperti peluncuran ulang misi luar angkasa dari tanah AS oleh SpaceX, dengan dukungan terbuka dari pemerintah Trump, menegaskan keharmonisan mereka. 

Bahkan ketika banyak tokoh Silicon Valley menjauhi Trump karena retorika kontroversialnya, Musk tetap bersikap terbuka, bahkan sempat tergabung dalam forum penasihat ekonomi Gedung Putih meski akhirnya mundur karena isu Paris Agreement.

Namun hingga titik itu, keduanya masih saling membutuhkan. Musk butuh akses dan dukungan regulasi, sementara Trump butuh sosok ikon teknologi yang bisa memperkuat pesan "Make America Great Again" secara futuristik.

Saat itu, dunia melihat keduanya seperti dua raksasa yang saling menguatkan. Trump dengan kekuatan politik dan pengaruh massa, Musk dengan teknologi dan narasi masa depan. 

Relasi ini tampak seperti simbiosis mutualisme: saling menguntungkan, saling melindungi, dan saling memanfaatkan panggung satu sama lain. Tapi seiring waktu, ternyata jalur masing-masing tak lagi sejajar.

Pecah Kongsi: Ketika Proyek Antariksa Jadi Tumbal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Laporkan Konten
Laporkan Akun