Mohon tunggu...
Mochamad Syafei
Mochamad Syafei Mohon Tunggu... Menerobos Masa Depan

Kepala SMP Negeri 52 Jakarta. Pengagum Gus Dur, Syafii Maarif, dan Mustofa Bisri. Penerima Adi Karya IKAPI tahun 2000 untuk buku novel anaknya yang berjudul "Bukan Sekadar Basa Basi".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Antara Mengajar dan Belajar

8 Juni 2025   21:02 Diperbarui: 8 Juni 2025   21:02 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SPMB di SMPN 52 Jakarta (Sumber: Foto Pribadi)

Guru harus berdiri di dua kaki.  Kaki yang pertama,  guru harus mampu mengajar dengan baik. Bukan hanya mengajar tapi lebih tepatnya mendidik.  Walaupun beban mengajar kadang dihitung tanpa menyertakan kegiatan ketika seorang guru juga melayani pendidikan kepada anak didiknya. 

Kaki yang kedua, tentunya berdiri di atas upaya keras untuk terus belajar,  sehingga guru tidak mengajarkan masa lalu pada peserta didiknya. Anak didik yang di hadapan para guru adalah penghuni masa depan.  Sehingga guru harus tahu gambaran akan masa depan yang suatu saat nanti akan dihuni oleh para muridnya. 

Ada gagasan dari Kemendikdasmen untuk menghadirkan satu hari bagi guru untuk tidak terbebani tugas mengajar di ruang kelas.  Satu hari ini pernah ada dan efektif waktu masih ada kegiatan MGMP atau musyawarah guru mata pelajaran. 

Kadang guru mengikuti seminar.  Kadang guru berdiskusi dengan teman sejawat di sekolah,  kecamatan,  kota/kabupaten, atau provinsi.  Mereka saling belajar atau mendesiminasikan keberhasilan yang telah dilakukan di sekolah nya. 

Sayang,  di DKI Jakarta sendiri masih kekurangan guru.  Sehingga muncul wacana jam mengajar guru diwajibkan  sebanyak 35 jam per minggu.  Dengan jumlah jam tatap muka 35 jam, maka secara otomatis waktu guru akan habis untuk mengajar belaka. 

Ketika guru dituntut untuk selalu memperbaharui ilmunya,  guru tak bisa melakukan nya.  Ketika guru merasa ada perkembangan keilmuan yang ingin ditiliknya,  guru kesulitan mengatur waktunya. 

Sudah benar apa yang dirumuskan oleh Kemendikdasmen bahwa guru adalah pengajar sekaligus pembelajar.  Jika hanya dititikberatkan hanya pada mengajar,  seperti terjadi di DKI,  maka guru akan ketinggalan perkembangan. 

Akibat berikutnya,  guru akan terlihat kuno.  Siswa mendapatkan ilmu yang sudah kadaluwarsa. Sangat disayangkan bila hal ini terjadi. 

Setiap dinas pendidikan,  mau tak mau, suka tak suka, harus mengikuti arah ideal yang sedang digagas oleh Kemendikdasmen.  Berikan waktu guru untuk belajar.  Biarkan guru berdiri di antara 2 kaki.  Tanpa itu, pendidikan negeri ini akan menjadi museum hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Laporkan Konten
Laporkan Akun