Beberapa waktu terakhir, linimasa media sosial kembali dipenuhi dengan tagar #SaveRajaAmpat. Namun kali ini, bukan karena rusaknya terumbu karang akibat kapal pesiar atau perilaku wisatawan tak bertanggung jawab.
Ancaman yang kini mengintai lebih sunyi namun mematikan: tambang nikel yang diam-diam mulai menggigit tanah-tanah surga di ujung timur Indonesia itu.
Raja Ampat, yang selama ini dikenal sebagai “surga terakhir di bumi”, sedang digoda oleh janji keuntungan dari logam berharga yang disebut-sebut sebagai "emasnya masa depan".
Ironisnya, nikel yang menjadi bahan penting untuk baterai kendaraan listrik, ikon energi bersih dunia, justru ditambang dengan cara yang mengancam kelestarian alam dan budaya Papua.
"Kerusakan terhadap lingkungan adalah kerusakan terhadap kemanusiaan itu sendiri.” - Paus Fransiskus, *Laudato Si’* (2015)
Kutipan ini bukan sekadar peringatan rohani, melainkan panggilan mendalam bagi kita semua untuk tidak memisahkan urusan bumi dari kehidupan manusia.
Ketika tanah, air, dan laut terluka, yang sebenarnya menderita adalah kita terutama mereka yang hidup bergantung langsung pada alam seperti masyarakat adat Papua.
Surga yang Tak Tergantikan
Tak berlebihan rasanya menyebut Raja Ampat sebagai kawasan ekologi paling penting di dunia. Lebih dari 500 jenis karang dan 1.500 spesies ikan menjadikan wilayah ini sebagai jantung dari ‘Coral Triangle’, wilayah segitiga terumbu karang yang menopang ketahanan laut global. Keindahannya memang memukau mata, tetapi nilai sebenarnya ada pada perannya menjaga keseimbangan kehidupan, dari laut dalam hingga atmosfer bumi.
Namun, semua itu tak berarti ketika kepentingan ekonomi berbicara lebih keras. Di beberapa titik di Pulau Waigeo Barat dan sekitarnya, izin-izin tambang mulai diberikan. Hutan ditebang, tanah dikeruk, sungai-sungai kecil dialihkan atau tercemar.
Laut yang dulu jernih mulai keruh oleh sedimen, dan masyarakat adat, penjaga tanah ini selama ratusan tahun, dihadapkan pada dilema: bertahan atau menyerah.
Tambang Hijau yang Tak Ramah
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya