Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Melamun? Awas, Bisa Jadi Tanda Gangguan Mental

Baca di App
Lihat Foto
canva.com
ilustrasi orang sedang melamun. Lamunan maladaptif merupakan salah satu ciri gangguan kesehatan mental
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com - Melamun kerap dianggap kegiatan sepele yang bahkan bisa menyenangkan.

Saat menunggu di antrean panjang atau terjebak dalam rutinitas, membiarkan pikiran melayang ke momen liburan terakhir terasa menenangkan.

Penelitian pun menyebut melamun dapat memicu kreativitas dan memberikan ruang bagi otak untuk beristirahat.

Namun, di balik manfaatnya, melamun juga memiliki sisi gelap ketika berubah menjadi maladaptive daydreaming (MD) atau lamunan maladaptif.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lamunan maladaptif merupakan sebuah kondisi yang berpotensi mengganggu kesehatan mental.

Lantas, bagaimana lamunan menjadi maladaptif dan menjadi salah satu ciri gangguan kesehatan mental?

Baca juga: Ramai soal Lomba Melamun, Bagaimana Dampaknya bagi Otak?

Ketika lamunan menjadi maladaptif

Dilansir dari Cleveland Clinic (6/1/2022), lamunan maladaptif adalah masalah kesehatan mental yang menyebabkan seseorang melamun secara berlebihan, terkadang hingga berjam-jam.

Maladaptif merupakan upaya yang tidak sehat atau negatif untuk mengatasi atau beradaptasi dengan suatu masalah.

Orang yang melakukan ini cenderung "terhanyut" dalam lamunan yang sangat jelas dan detail.

Penelitian juga menunjukkan bahwa lamunan semacam ini mungkin bersifat kompulsif. Artinya, sulit bahkan mustahil untuk mengendalikan diri.

Baca juga: Ramai soal Lomba Melamun, Jinju Academy: Pertama Kali di Indonesia

Sebagaimana diberitakan Psychology Today, Rabu (3/9/2025), sebuah studi terbaru dari Middlesex University yang dilakukan Amy Lucas dan Alexandra Bone (2025) mengungkap bahwa penderita MD bisa menghabiskan hingga 57 persen waktunya untuk melamun, jauh di atas rata-rata orang normal yang hanya sekitar 16 persen.

Dampaknya nyata, mulai dari rasa malu, bersalah, frustrasi, hingga kesulitan menjalani aktivitas sehari-hari.

Masalah utamanya bukan pada isi lamunan, tetapi intensitas serta ketidakmampuan untuk menghentikannya.

Seiring waktu, jurang antara dunia angan-angan dan kenyataan semakin lebar, memicu rasa tidak puas hingga menurunkan harga diri.

Baca juga: Plus Minus Kebiasaan Melamun

Lamunan maladaptif merusak dunia nyata

Untuk memahami lebih jauh, para peneliti menyusun model teoretis lamunan maladaptif berdasarkan pengalaman nyata individu yang mengalaminya.

Salah satunya adalah Sarah, perempuan 22 tahun asal Kanada.

Sejak kecil ia terbiasa membandingkan dirinya dengan orang lain, merasa canggung secara sosial, dan menunda pekerjaan penting.

Lamunan baginya menjadi pelarian. Ia membayangkan tubuh ideal, kehidupan sempurna, dan pengakuan dari lingkungan sekitar.

Walau memberi sensasi percaya diri dan motivasi sesaat, fantasi itu justru membuatnya kehilangan kesempatan akademis serta menurunkan harga diri.

Kasus Sarah menegaskan bahwa lamunan maladaptif tidak hanya soal berkhayal berlebihan, tetapi juga bagaimana fantasi itu merusak fungsi kehidupan nyata.

Baca juga: Melihat Lomba Melamun di Korea Selatan yang Diikuti Puluhan Orang

Memanfaatkan lamunan untuk hal positif

Penelitian soal lamunan maladaptif menunjukkan bahwa melamun bisa jadi istirahat mental yang baik, tapi juga bisa berubah jadi masalah kalau dilakukan berlebihan.

Coba tanyakan pada diri sendiri, apakah lebih suka melamun daripada ngobrol dengan orang lain atau ikut kegiatan?

Atau apakah merasa terganggu kalau lamunan diputus oleh kenyataan?

Baca juga: Video Viral Pengendara Motor Melamun Tabrak Pintu Perlintasan KA di Klaten hingga Patah

Pertanyaan sederhana ini bisa membantu seseorang menilai apakah kebiasaan melamun masih normal atau sudah berlebihan.

Sebenarnya, melamun tetap punya sisi positif. Ia bisa memicu kreativitas dan memberi otak waktu untuk beristirahat, asalkan tidak sampai mengganggu pekerjaan, hubungan dengan orang lain, atau tujuan hidup.

Kuncinya ada pada keseimbangan, gunakan lamunan sebagai inspirasi, bukan pelarian.

Dengan begitu, seseorang bisa mengambil manfaat dari dunia khayalan sekaligus tetap hadir di dunia nyata.

Baca juga: Jangan Salah, Melamun Punya Manfaat Penting bagi Otak

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua
Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi