KOMPAS.com - Banyak orang tidak menyadari bahwa galon guna ulang yang digunakan untuk minum setiap hari bisa menjadi ancaman serius bagi kesehatan.
Saat ini, masih banyak orang yang menggunakan galon dengan kondisi kusam, penuh baret, serta penyok. Padahal, kondisi ini bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
David Tobing dari Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mengaku prihatin dengan penggunaan galon guna ulang yang sudah digunakan bertahun-tahun. Ia menyebut galon tersebut galon lanjut usia (ganula).
Menurut investigasi Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), lebih dari 40 persen galon guna ulang yang beredar di pasaran berusia lebih dari dua tahun. Padahal, masa pakai ideal galon jenis ini hanya sekitar 40 kali isi ulang atau sekitar satu tahun penggunaan.
“Kalau seminggu dipakai sekali, galon itu seharusnya tidak boleh digunakan lagi dalam satu tahun,” kata David dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (21/5/2025).
Baca juga: Bahaya BPA di Galon Tua, 40 Persen Galon Guna Ulang Berusia di Atas Dua Tahun
David melanjutkan bahwa masalah terbesar dari penggunaan ganula adalah risiko pelepasan zat kimia berbahaya Bisphenol-A (BPA). Zat ini merupakan komponen utama pembuatan galon polikarbonat dan dikenal sebagai endocrine disruptor. Zat ini dapat mengganggu sistem hormon tubuh manusia.
“Zat tersebut bisa berdampak pada kesuburan, perkembangan anak, dan risiko penyakit lain, termasuk kanker, jika terpapar terus-menerus,” tuturnya. .
Berdasarkan survei yang dilakukan KKI di Jakarta, Medan, Bali, Banjarmasin, dan Manado, menunjukkan bahwa 83,7 persen responden tidak pernah memperhatikan informasi produksi pada galon karena terletak di bagian bawah.
“Bagaimana konsumen bisa melihat kedaluarsa galon kalau itu ada di bagian bawah galon? Kan enggak mungkin kita angkat-angkat galon gede begini,” ujarnya.
Masih dari survei yang sama, 43,4 persen responden tidak tahu bahwa galon guna ulang bisa mengandung BPA.
Baca juga: Galon BPA Banyak Diedarkan di Kalangan Bawah, KKI: Ini Tidak Adil
Setelah diberi penjelasan tentang bahaya zat tersebut, 96 persen responden menyatakan setuju agar pelabelan peringatan BPA dipercepat dan tidak menunggu hingga 2028 seperti yang direncanakan saat ini.
“Undang-Undang Hukum Pidana aja jedanya 2 tahun, kok ini 4 tahun?” ungkap David.
Melihat tingginya potensi paparan BPA, KKI mendesak pemerintah dan produsen air minum untuk segera mempercepat kewajiban pelabelan risiko BPA serta mencantumkan masa pakai galon secara jelas.
David juga mengingatkan pentingnya hak konsumen atas informasi yang transparan dan perlindungan maksimal.
Baca juga: Tips Cari Perabotan Bebas Zat BPA, Penting untuk Kesehatan Keluarga
“Konsumen itu bukan kelinci percobaan. Mereka berhak tahu isi galon yang mereka minum setiap hari,” ujarnya.
Dari sisi konsumen, ia menyarankan agar masyarakat lebih kritis, seperti memeriksa kondisi galon secara visual. Konsumen bisa minta tukar galon jika galon sudah terlihat seperti ganula.
Ia tak memungkiri, kesadaran konsumen terkait hal tersebut masih rendah. Hal ini membuat perlindungan konsumen soal BPA dan ganula masih kurang.
“Selain aturan yang harus diperbaiki, edukasi publik juga harus ditingkatkan agar semua lapisan masyarakat paham bahaya BPA dan ganula bagi kesehatan,” tambah David.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang