KOMPAS.com - Berinteraksi dengan orang lanjut usia (lansia) kerap meninggalkan kesan damai, tenang, dan menenteramkan. Banyak orang merasa lebih rileks dan terbantu secara emosional setelah mengobrol dengan kakek, nenek, atau warga senior lainnya.
Fenomena ini bukan tanpa dasar. Menurut psikolog dari Universitas Diponegoro Semarang, Jessica Dhoria Arywibowo, ketenangan yang terpancar dari para lansia memang bisa menular dan memberi efek menenangkan bagi orang di sekitarnya. Penjelasan ini berkaitan dengan teori perkembangan psikososial dari Erik Erikson.
“Saya rasa cukup populer teorinya, mereka di masa lansia ini berada pada tahap akhir integritas ego versus keputus-asaan atau despair. Pada tahap ini lansia merefleksikan atau merenungkan kembali kehidupannya selama ini jadi mereka menemukan makna hidup,” jelas Jessica dikutip dari ANTARA, Jumat (30/5/2025).
Baca juga: Cegah Alzheimer pada Lansia Lewat Sleep Hygiene, Ini Tips Dokter Jiwa
Seiring bertambahnya usia, pengalaman hidup seseorang semakin beragam. Para lansia umumnya telah melalui berbagai tekanan dan tuntutan hidup, seperti perjuangan membangun karier, relasi keluarga, hingga menghadapi kehilangan.
Jessica menjelaskan bahwa pengalaman menghadapi berbagai dinamika itulah yang membuat lansia yang sehat secara psikologis bisa mencapai tahapan integritas ego, yaitu fase menerima kehidupan apa adanya dengan penuh syukur.
Baca juga: Biar Tak Mudah Stres, Ini Pentingnya Dukungan Sosial bagi Lansia
Mereka sudah banyak merasakan istilahnya asam garam atau manis pahitnya kehidupan. Mereka merasa puas dengan kehidupannya, bisa melihat kembali perjalanan hidupnya dengan rasa syukur sehingga bisa menerima kehidupan mereka apa adanya.
Sikap penerimaan ini kemudian berkembang menjadi wisdom atau kebijaksanaan hidup. Tak heran jika lansia cenderung lebih tenang dalam menghadapi masalah, tidak mudah reaktif, dan lebih fokus pada hal-hal yang esensial.
Baca juga: 4 Aktivitas yang Bantu Lansia Tetap Bugar Menurut Dokter
Berinteraksi dengan lansia juga bisa menjadi momen reflektif. Cerita kehidupan yang mereka sampaikan sering kali mengandung nilai-nilai yang memberi pencerahan atau sudut pandang baru tentang hidup.
“Mungkin cerita yang disampaikan oleh lansia itu bisa menginspirasi kita, makanya kadang kita setelah mengobrol bersama lansia jadi merasa mendapatkan pencerahan, insight atau pemahaman baru, kita merasa mendapatkan role model, mau seperti apa sih kita dalam menjalani kehidupan,” ujar Jessica.
Bukan hanya menenangkan, kehadiran lansia juga bisa mengingatkan bahwa hidup tidak harus selalu sempurna untuk bisa bahagia. Mereka yang telah berdamai dengan kegagalan atau perubahan rencana hidup dapat menunjukkan bahwa ada banyak jalan menuju kehidupan yang bermakna.
Baca juga: Tips Merayakan Idul Fitri Tanpa Menguras Energi bagi Lansia
Dalam budaya Jawa, sikap menerima hidup dengan lapang disebut semeleh. Para lansia yang telah mencapai integritas ego biasanya menunjukkan sikap ini secara alami, dan tanpa disadari, ini bisa ikut menenangkan orang-orang yang berinteraksi dengan mereka.
Mereka tidak lagi mengejar ambisi berlebihan atau validasi dari luar, tapi lebih menikmati momen sederhana dan kehadiran orang-orang terdekat. Hal ini juga terlihat dalam tradisi Lebaran, misalnya, ketika kakek dan nenek lebih menantikan kehadiran cucu-cucunya daripada oleh-oleh.
Kedamaian dan ketulusan seperti inilah yang menurut Jessica bisa menjadi "terapi mental" alami bagi generasi muda yang kerap lelah dengan hiruk-pikuk dunia modern.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang