Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kendala Penerapan Tim Multidisiplin dalam Pengobatan Kanker

Kompas.com - 27/09/2025, 18:39 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan tim multidisiplin dalam penanganan kanker di rumah sakit Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Meski pendekatan ini terbukti efektif karena melibatkan sinergi lintas sektor, hambatan utama terletak pada keterbatasan jumlah dokter spesialis dan ketersediaan alat medis yang memadai.

Pendekatan dengan tim multidisiplin untuk penyakit kanker membutuhkan tim terpadu yang terdiri dari dokter bedah, radiologi, spesialis onkologi, patologi, perawat, hingga tenaga pendukung lainnya.

Prof.Arry Harryanto Reksodiputro, SpPD, K-HOM, FINASIM, mengatakan, penerapan tim multidisiplin kanker sebenarnya sudah diterapkan sejak lama di Indonesia, namun belum merata di setiap rumah sakit.

"Dalam penanganan kanker, tim multidisiplin adalah keniscayaan, mulai dari diagnosis dan penentuan stadiumnya saja sudah melibatkan berapa ahli, belum lagi dalam pengobatannya," ujar Prof.Arry di acara ROICAM 2025 di Jakarta (27/9/2025).

Baca juga: Era Baru Pengobatan Kanker Darah Multiple Myeloma

Ia menambahkan, untuk menerapkan tim multidisiplin idealnya rumah sakit memiliki kelengkapan yang dibutuhkan.

"Idealnya harus lengkap, mulai dari dokter-dokter ahlinya, alatnya, termasuk juga laboratoriumnya," kata dokter penasihat divisi Hematologi Onkologi Medik ini.

Ketua Perhimpunan Hematologi dan Onkologi Medik Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN) Cabang Jakarta, dr. Ronald Alexander Hukom, SpPD, K-HOM mengatakan, penyediaan tenaga ahli merupakan masalah lama di Indonesia.

"Bahkan dengan Vietnam dan Filipina saja kita kalah dalam hal jumlah dokter berbanding populasi penduduknya. Oleh karena itu pemerintah perlu membuka lebih banyak fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan, dengan tidak melupakan mutu," ujar dr.Ronald di acara yang sama.

Baca juga: Kedokteran Nuklir: Terobosan Pengobatan Kanker yang Menjanjikan

Ilustrasi kanker tulang.Dok. Freepik/pressfoto Ilustrasi kanker tulang.

Jumlah pasien kanker meningkat

Data Kementrian Kesehatan RI dan Global Cancer Observatory (Globocan) menunjukkan tren mengkhawatirkan peningkatan jumlah pasien kanker di Indonesia.

Diproyeksikan terjadi peningkatan 63 persen kasus baru kanker pada periode 2025-2040 bila tidak ada intervensi signifikan.

Pemerintah sendiri telah membuat Rencana Kanker Nasional 2024-2034 dengan target menurunkan angka kematian akibat kanker sampai 70 persen.

"Dengan melihat keadaan yang ada sebenarnya untuk mencapai target itu masih jauh karena maish banyaknya masalah. Ditambah lagi pasien baru berobat di stadium 3 dan 4," tutur dr. Eka Widya Khorinal, Sp. PD, K-HOM, FINASIM.

Baca juga: Pengobatan Kanker Makin Canggih, Mengapa Kemoterapi Masih Dipakai

Ia mengatakan, PERHOMPEDIN siap mendukung rencana pemerintah untuk mencapai target tersebut.

Acara tahunan Role of Internist in Cancer Management (ROICAM) 2025 kembali diadakan pada 27-28 September 2025 di Jakarta.

Mengangkat tema "Embracing the Future:Synergy among Healtcare Professionals and Stakeholders in Cancer Management", acara ini bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk rumah sakit swasta dan pemerintah.

Dalam beberapa tahun terakhir sudah banyak muncul pusat pelayanan kanker (cancer center) di rumah sakit swasta di beberapa kota di Indonesia. Dengan fasilitas yang lengkap, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di dalam negeri akan meningkat.

Baca juga: Penggunaan Terapi Nuklir dalam Pengobatan Kanker Prostat

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau