Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli IPB Beberkan Alasan PSN di Pulau Rempang Harus Dievaluasi

Kompas.com - 03/05/2025, 15:33 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Sosioagraria IPB University, Rina Mardiana, mengungkapkan bahwa kebijakan pengembangan Pulau Rempang sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) bermasalah.

Dia menilai, ada lima masalah utama dalam kebijakan PSN Rempang. Ini termasuk invisibilitas hukum masyarakat Melayu dan penggantian istilah relokasi menjadi transmigrasi lokal.

"Selain itu, minimnya partisipasi publik dan konsultasi bermakna, ancaman sosial ekologis, hingga potensi korupsi dan konflik kepentingan,” kata Rina dalam keterangannya, Sabtu (3/5/2025).

Rina menjelaskan, proyek di Rempang bukanlah hal baru. Proyek ini dimulai sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2004, lalu kembali dihidupkan di masa Presiden Joko Widodo melalui status PSN dengan nilai investasi sebesar Rp 380 triliun hingga 2080.

Baca juga: 3 Kali Masuk Prolegnas, RUU Masyarakat Adat Tetap Macet Sejak 2009

Rina menyebut, proyek tersebut memunculkan konflik dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sejak diluncurkan beberapa tahun lalu.

Salah satunya pada 7 dan 11 September 2023, terjadi eskalasi kekerasan saat aparat gabungan memasuki wilayah Rempang.

“Ribuan personel TNI-Polri bersenjata lengkap mendatangi kampung tanpa persetujuan warga. Tidak ada konsultasi publik, sehingga memicu trauma, penangkapan, dan pelanggaran terhadap hak atas rasa aman,” ungkap dia.

Rina lalu menyoroti istilah transmigrasi lokal yang digunakan sebagai bentuk eufemisme relokasi paksa.

Baca juga: Pengabaian Perlindungan Hukum Masyarakat Adat Bentuk Pelanggaran HAM

“Penggunaan bahasa seperti ini merupakan bentuk manipulasi kebijakan. Substansinya tetap pemindahan paksa yang menghilangkan hak-hak masyarakat adat,” ucap Rina.

Karenanya, dia merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi kebijakan PSN Rempang dengan tujuh langkah strategis. Pertama, Rina menyarankan agar dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap legalitas proyek Rempang Eco City.

“Kedua, hentikan penggunaan istilah transmigrasi lokal. Hindari penggunaan istilah manipulatif yang membingungkan publik,” tutur dia.

Lalu, pemerintah harus mengakui secara hukum 16 Kampung Melayu Tua di Rempang. Keempat, reformulasi rantai nilai energi hijau agar lebih adil.

Baca juga: Penetapan Taman Nasional di Pegunungan Meratus Dinilai Ciderai Kehidupan Masyarakat Adat

Pemerintah perlu melakukan kajian ekologi yang transparan dan partisipatif untuk menanggulangi dampak tambang pasir kuarsa. Keenam, menghentikan kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga. Terakhir, fasilitasi dialog yang adil dan terbuka dengan menghadirkan mediator independen.

“Pembangunan yang adil berarti mendengarkan suara warga dan melindungi ruang hidup mereka. Kita bukan antipembangunan, tapi pro keadilan dan akar budaya,” jelas Rina.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Incar Ekonomi Tumbuh 8 Persen, RI Perlu Andalkan Peternakan dan Perikanan
Pemerintah
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau