Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurnalisme Positif Bisa Jadi Solusi Krisis Iklim, Seperti Apa?

Kompas.com - 26/08/2025, 16:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Peneliti dari Charles Darwin University (CDU) mengungkapkan, mengganti laporan lingkungan yang bernuansa suram dengan cerita yang lebih penuh harapan dan berfokus pada solusi, bisa menjadi kunci untuk mengatasi krisis iklim.

Dua dosen dari Charles Darwin University (CDU), yaitu Dr. Awni Etaywe (Dosen Linguistik) dan Dr. Jennifer Pinkerton (Dosen Media dan Jurnalisme), telah menemukan gaya pemberitaan yang mendorong orang untuk bertindak.

Gaya ini berfokus pada kepedulian, nilai-nilai bersama, dan kemungkinan solusi saat membingkai tantangan lingkungan.

Para peneliti menyebut gaya ini sebagai "Jurnalisme Lingkungan Positif" (Positive Environmental Journalism atau PEJ).

Melansir Phys, Senin (25/8/2025), studi menunjukkan bahwa ketika berita tentang lingkungan lebih menekankan pada kemungkinan solusi daripada bencana, hal itu dapat meningkatkan keterlibatan publik terhadap isu-isu iklim dan keanekaragaman hayati.

Baca juga: WHO: Panas Ekstrem akibat Perubahan Iklim Bikin Pekerja Stres

Ini kemudian mendorong para pembaca untuk melihat diri mereka sebagai bagian dari solusi.

Dr. Etaywe mengatakan bahwa Jurnalisme Lingkungan Positif menawarkan alternatif yang lebih konstruktif dibandingkan dengan gaya pemberitaan yang cenderung "mengkhawatirkan", yang sering ditemukan dalam jurnalisme lingkungan pada umumnya.

"Jika orang-orang terus-menerus diberi tahu bahwa situasinya tidak ada harapan, mereka akan menarik diri," kata Dr. Etaywe.

"Namun ketika kita berfokus pada solusi, nilai-nilai bersama, dan tindakan nyata, kita membuka pintu menuju perubahan perilaku yang langgeng," paparnya lagi.

Dalam studinya, penelitian ini menganalisis 30 artikel berita digital dari berbagai media, termasuk ABC News Online, Guardian Australia, dan News.com.au.

Studi ini menemukan bahwa cerita yang paling menarik menggunakan bahasa yang membentuk ikatan eko-budaya (ikatan yang menghubungkan identitas dan tindakan seseorang dengan alam) alih-alih mengandalkan rasa takut.

Dr. Etaywe menyatakan bahwa temuan ini membuktikan perlunya pergeseran narasi yang disengaja dalam cara media menyajikan laporan tentang iklim dan lingkungan.

"PEJ menumbuhkan harapan, kewajiban moral, dan tindakan pro-lingkungan. Ini tentang membangun solidaritas, bukan rasa takut, dalam menghadapi krisis lingkungan kita," katanya.

Baca juga: Ancaman Perubahan Iklim, Hutan Paling Beragam di Dunia Tak Mampu Adaptasi

Lebih lanjut, Dr. Pinkerton mengatakan bahwa Jurnalisme Lingkungan Positif juga dapat membantu pembaca untuk terlibat lebih baik dengan jurnalisme lingkungan dan merasa diberdayakan untuk bertindak demi alam.

"Audiens merespons ketika mereka merasa dihargai, terinformasi, dan menjadi bagian dari cerita. PEJ mengundang mereka ke dalam percakapan sebagai peserta aktif, bukan sekadar pengamat pasif," terangnya.

Dr. Etaywe menambahkan dengan membingkai ulang pelaporan iklim dan keanekaragaman hayati, kita bisa menggeser narasi dari keputusasaan menjadi pemberdayaan.

"Jika kita ingin audiens bertindak, kita perlu menceritakan kisah-kisah yang menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin," katanya.

Makalah berjudul Building bonds and reader engagement through positive environmental journalism in Australia ini menerima penghargaan makalah terbaik pada Konferensi Komunikasi dan Lingkungan dua tahunan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Komunikasi Lingkungan Internasional (COCE 2025).

Baca juga: Krisis Iklim Tingkatkan Kasus Kecelakaan di Laut dan Perburuk Kehidupan Nelayan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau