Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketegangan Politik Global Seharusnya Picu Transisi Energi, Kenapa Indonesia Masih Impor?

Kompas.com - 26/08/2025, 09:09 WIB
The Conversation,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Oleh Denny Gunawan*, Ari Pasek**, James Christian***, Wibawa Hendra Saputera****

KOMPAS.com - Tahun 2025 dibayangi ketegangan geopolitik global tak bekesudahan. Perang Ukraina dan Rusia masih berlanjut, konflik di Timur Tengah makin panas, dan perang dagang Amerika Serikat (AS)-Cina terus berlangsung.

Semua ini berpotensi memicu guncangan besar di pasar energi dunia, termasuk Indonesia.

RI masih bergantung pada impor minyak mentah dan gas alam. Pada 2024, impor energi nasional mencapai 36,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 575,39 triliun. Jika harga minyak melonjak akibat perang atau tarif dagang, dampaknya langsung terasa pada perekonomian nasional—misalnya harga BBM ataupun biaya produksi listrik.

Situasi serupa pernah terjadi pada awal perang Rusia-Ukraina tahun 2022. Harga minyak mentah tembus 100 dollar AS/barel dan membuat anggaran subsidi energi bengkak.

Kondisi ini seharusnya menjadi alarm untuk mempercepat transisi energi ke sumber terbarukan. Selain mengurangi emisi, energi terbarukan dari sumber domestik akan mengurangi ketergantungan impor dan memperkuat ketahanan energi.

Sayangnya, upaya diplomasi Indonesia dengan AS justru semakin menambah ketergantungan energi dari luar negeri. Presiden Prabowo Subianto menyepakati impor minyak mentah dan LPG senilai 15 miliar dollar AS (Rp 244 triliun) demi menurunkan tarif dagang AS terhadap Indonesia.

PLTS Atap: Solusi cepat yang tersendat

Salah satu cara cepat menambah pasokan energi terbarukan adalah melalui pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS atap.

Sejak 2018, pemerintah sudah mendorong adopsi PLTS atap melalui sejumlah peraturan.

Namun aturan-aturan ini mendapat banyak kritik. Ada aturan yang membatasi kapasitas PLTS atap dalam jaringan PLN.

Aturan lain yang terbit pada 2024 juga menghapus skema net-metering. Skema ini memungkinkan pengguna PLTS atap menjual kelebihan listriknya ke PLN.

Berbagai pembatasan ini mengurangi minat masyarakat untuk memasang PLTS atap, sehingga menghambat upaya pemerintah mencapai target energi terbarukan.

Untuk memperbanyak PLTS atap, Australia bisa jadi contoh sukses. Pemerintah Australia mengguyur subsidi biaya pemasangan PLTS atap. Skemanya melalui Small-scale Renewable Energy Scheme dari pemerintah federal ditambah berbagai program subsidi dan kredit tanpa bunga dari pemerintah negara bagian.

Hasilnya, biaya pemasangan PLTS atap bisa turun hingga 70% dari harga pasar.

Penurunan ini mendongkrak minat masyarakat karena panel surya semakin terjangkau bagi rumah tangga maupun bisnis kecil. Akhirnya, Australia menjadi salah satu negara dengan tingkat pemasangan PLTS atap tertinggi di dunia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Industri Semen Tekan Emisi 21 Persen, Bidik Semen Hijau Nol Karbon 2050
Swasta
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Inquirer ESG Edge Awards 2025: Apresiasi Perusahaan hingga UMKM yang Bawa Dampak Nyata
Swasta
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
Tangkap dan Simpan Emisi CO2 di Bawah Tanah? Riset Ungkap Cuma Bisa Dilakukan 200 Tahun
LSM/Figur
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Serangga Menghilang Cepat, Bahkan di Ekosistem Alami yang Tak Tersentuh
Pemerintah
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Masa Depan Pedesaan Lebih Terjamin Berkat Hutan dan Kearifan Lokal
Pemerintah
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pencemaran Sungai Jakarta, UMKM Diminta Segera Urus NIB dan SPPL
Pemerintah
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi
LSM/Figur
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Anggaran Naik, KLH Bakal Fokus Atasi Sampah dan Iklim
Pemerintah
Sungai Jakarta 'Cemar Berat', Limbah Domestik Sumber Utamanya
Sungai Jakarta "Cemar Berat", Limbah Domestik Sumber Utamanya
LSM/Figur
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
TNUK Tegaskan, JRSCA Bukan Habitat Buatan bagi Badak Jawa
Pemerintah
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa
LSM/Figur
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
KLH Dapat Anggaran Rp 1,3 T untuk Belanja Pegawai hingga Pengelolaan Sampah
Pemerintah
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
Peneliti: Penghitungan Karbon Secara Mandiri oleh Perusahaan Tak Akurat
LSM/Figur
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
PBB: Karhutla akibat Perubahan Iklim Sumbang Polusi Udara pada 2024
Pemerintah
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Cuaca Ekstrem Sepekan ke Depan, Ini Wilayah yang Bakal Dilanda Hujan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau