Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peta Kawasan HCV Dibuat, Atasi Masalah Fragmentasi Habitat Satwa

Kompas.com - 08/09/2025, 10:51 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di atas kertas, setiap perusahaan sawit di Kalimantan Barat (Kalbar) sudah menyediakan kawasan nilai konservasi tinggi (High Conservation Values/HCV). Namun, di lapangan, kawasan itu bagaikan pulau-pulau kecil yang terpisah.

“Setiap unit pengelolaan sawit menentukan HCV-nya sendiri-sendiri," kata Direktur Tropenbos Indonesia, Edi Purwanto. 

Kondisi itu menyulitkan satwa liar yang rentang jelajahnya lebar. Orangutan, misalnya, kerap sulit mengakses makanan maupun pasangan di wilayah hutan lain karena tak ada jalan yang menghubungkannya.

"Karena tidak terkoneksi, satwa akhirnya terperangkap dalam satu wilayah,” kata Edi ketika berbincang di kantor Kompas.com, Jakarta, Kamis (4/9/2025).

Kondisi HCV yang terfragmentasi itu berisiko besar. Orangutan bisa melakukan perkawinan sedarah, yang membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit dan kematian dini. Demikian pula akses pangan yang terbatas.

Melihat persoalan itu, Tropenbos Indonesia menyusun peta indikatif HCV. Tujuannya penting: memastikan jalur kehidupan satwa tetap terhubung.

Peta ini tidak hanya menunjukkan di mana kawasan konservasi berada, tetapi juga bagaimana masing-masing HCV bisa berfungsi sebagai koridor yang saling menyambung. Dengan begitu, satwa bisa berpindah dengan aman, menjaga keragaman genetik dan populasi.

Sejumlah pemerintah daerah sudah mulai menggunakannya sebagai panduan, di antaranya Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kayong Utara.

Baca juga: Bayi Orangutan Lahir di Taman Nasional Kalimantan Barat, Dinamai Julia

Bagi Tropenbos, langkah itu merupakan strategi agar aturan tentang HCV tidak hanya sekadar memenuhi angka, tetapi benar-benar menjamin keberlangsungan satwa dan ekosistemnya di lapangan.

“Kalau tidak ada konektivitas, kawasan HCV hanya jadi formalitas. Dengan peta ini, kami ingin memastikan bahwa setiap kawasan bisa berfungsi nyata bagi satwa liar,” ujar Edi.

Tentang Kawasan HCV

Provinsi Kalimantan Barat menetapkan bahwa kawasan HCV minimal 7 persen dari wilayah konsesi perkebunan.

"Minimal ya (7 persen dari wilayah HGU sawit), jadi bisa 8 persen bisa 10 persen dan itu tergantung daerahnya. Kalau daerah bergunung dan sensitif terhadap erosi, itu semakin tinggi," tutur Edi.

Penetapan kawasan HCV harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

HCV merupakan kawasan perservasi di luar taman nasional. Kawasan HCV menjadi suaka satwa liar yang wilayah konservasinya berada di hutan lindung, hutan produksi, atau areal penggunaan lain (APL).

Menurut Edi, kawasan HCV ditentukan berdasarkan keanekaragaman hayati, serta jasa lingkungan dan budayanya.

Semestcinya HCV yang diserahkan harus semakin luas kalau lahannya dekat dengan kawasan konservasi dan berada di wilayah berbukit atau di atas 540 meter karena memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

Baca juga: Kompleksnya Konservasi Orangutan Tapanuli, Fragmentasi hingga Konflik dengan Manusia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau