KOMPAS.com - Sepanjang 2024, air sungai di Jakarta dominan cemar berat. Pencemaran itu juga bersifat sistemik.
Laporan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menunjukkan, pencemaran meluas di berbagai daerah aliran sungai (DAS), mulai dari Ciliwung, Sunter, Angke, Cakung, hingga Pesanggrahan.
Kajian terbaru Lembaga Teknologi (LEMTEK) Universitas Indonesia (UI) mencatat, terdapat 11.499 sumber pencemar titik dan 7.196 sumber pencemar non titik di sungai Ciliwung, Cipinang, Sunter, Cideng, dan Grogol.
Dari 11.499 sumber pencemar titik tersebut, sebanyak 4.130 berasal dari pertokoan, disusul restoran dengan 3.555 titik.
Sumber lainnya terdiri dari 618 bengkel/pergudangan, 312 hotel, 436 industri kecil, 88 pasar tradisional, 7 pasar modern, 769 fasilitas pendidikan, 1.053 perkantoran, 161 kawasan pariwisata, 174 peternakan/RPH, serta 189 rumah sakit.
Sementara itu, 7.196 sumber pencemar non titik terbanyak berasal dari permukiman teratur (2.836 titik), permukiman tidak teratur (2.251 titik), area perkantoran (1.754 titik), dan permukiman kumuh (345 titik).
“Sisa kegiatan kita sehari-hari itu sebenarnya dapat mencemari lingkungan kita, entah itu ke badan air, ke sungai, ataupun ke air tanah kalau seandainya tidak dikelola dengan baik,” ujar peneliti LEMTEK UI, Nopa Maulidiany, dalam webinar minggu lalu.
Baca juga: Terbukti Cemari Sungai Ciliwung, 4 Hotel di Bogor Disegel
Sebagian besar limbah domestik berupa blackwater (buang air besar/kecil) sudah terolah melalui tangki septik atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Namun, limbah domestik dari aktivitas mencuci piring, baju, hingga kendaraan, masih banyak yang langsung mengalir ke sungai tanpa pengolahan. Begitu pula limbah dari industri UMKM, pasar tradisional, dan peternakan/RPH.
Salah satu parameter yang paling konsisten melebihi baku mutu air adalah total coliform. Bakteri ini ditemukan di seluruh sungai Jakarta, terutama berdekatan dengan permukiman dan pasar.
“Sumbernya entah itu dari pengelolaan septik tanknya yang langsung masuk ke sungai, septik tanknya bocor, atau orang melakukan BAB secara langsung ke sungai,” kata Nopa.
Selain coliform, kadar Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) di beberapa sungai seperti Ciliwung dan Cipinang juga sangat tinggi, mencapai ribuan mg/L.
Di kawasan permukiman kumuh dan tidak teratur, pencemar lain seperti deterjen dan amoniak juga ditemukan dalam kadar tinggi. Amoniak banyak ditemukan di area peternakan dan laundry, sedangkan deterjen dominan berasal dari aktivitas rumah tangga dan laundry.
Langkah konkret dibutuhkan sehingga masalah pencemaran itu bisa teratasi. Karena bersifat sistemik, perlu strategi sistemik pula untuk menyelesaikannya.
Baca juga: Limbah Usaha Kuliner Jadi PR Atasi Pencemaran Sungai Ciliwung
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya