Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plastik Nano Terdeteksi di Sayuran, Pertama dalam Sejarah

Kompas.com - 19/09/2025, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Untuk pertama kalinya, partikel nano-plastik telah ditemukan di bagian sayuran yang bisa dimakan.

Penemuan ini memunculkan kekhawatiran baru mengenai polusi plastik yang sudah memengaruhi rantai makanan manusia.

Para ilmuwan di University of Plymouth menemukan bahwa nano-plastik, yang beberapa di antaranya berdiameter hanya satu per sejuta sentimeter dapat menembus penghalang alami pada akar lobak. Partikel ini kemudian menumpuk di bagian daging lobak dan juga di daunnya.

Tim peneliti melacak partikel-partikel tersebut dengan karbon berlabel radioaktif setelah memasukkan lobak ke dalam sistem hidroponik yang terpapar partikel nano-polistirena.

Melansir Independent, Kamis (18/0/2025), para peneliti kemudian menemukan bahwa hampir 5 persen dari partikel tersebut masuk ke sistem akar lobak dalam waktu lima hari.

Dari jumlah yang masuk itu, hampir seperempatnya (25 persen) kemudian ditemukan di bagian daging akar yang dapat dimakan, dan sekitar 10 persen telah bergerak hingga ke daun.

Baca juga: Hari Kelebihan Sampah Plastik 2025: Dunia Gagal Kelola Sepertiga Produksi

"Lapisan di dalam akar tumbuhan, yang disebut pita Caspary, seharusnya bertindak sebagai semacam filter untuk partikel, karena banyak dari partikel itu bisa berbahaya," ungkap Dr. Nathaniel Clark, penulis utama studi ini.

Ini adalah pertama kalinya sebuah studi menunjukkan bahwa partikel nano-plastik bisa menembus penghalang itu, dengan potensi untuk menumpuk di dalam tumbuhan dan diteruskan ke apa pun yang memakannya.

Tidak ada alasan untuk percaya bahwa ini hanya terjadi pada satu jenis sayuran ini. Ada kemungkinan besar bahwa nano-plastik diserap oleh berbagai jenis hasil panen yang ditanam di seluruh dunia.

Para peneliti sebelumnya telah mendeteksi mikroplastik, yaitu fragmen plastik yang lebih besar di banyak makanan, termasuk makanan laut, garam, air kemasan, bahkan buah dan sayuran seperti selada, wortel, dan apel.

Namun, dalam kasus-kasus tersebut, para ilmuwan meyakini bahwa partikel-partikel plastik tersebut sebagian besar masuk melalui permukaan atau kulit produk saat penanganan, pencucian, atau dari tanah dan air yang terkontaminasi.

Penelitian di laboratorium sebelumnya juga telah mengindikasikan bahwa nano-plastik, yang ukurannya jauh lebih kecil, kemungkinan bisa masuk ke dalam akar tumbuhan seperti selada atau gandum.

Sementara studi baru ini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa nano-plastik dapat menembus penghalang akar tumbuhan dan menumpuk di dalam jaringan yang bisa dimakan, dalam kasus ini, di bagian daging akar lobak.

"Sejauh ini, temuan ini seharusnya tidak mengejutkan. Lagi pula, dalam semua studi kami sebelumnya, kami telah menemukan polusi mikroplastik di mana pun kami mencarinya," ujar Richard Thompson, kepala Unit Penelitian Sampah Laut Internasional dan salah satu penulis senior studi.

Baca juga: Diet Plastik Lewat Toko Curah

"Studi ini memberikan bukti jelas bahwa partikel di lingkungan tidak hanya dapat menumpuk di makanan laut, tetapi juga di sayuran. Penelitian ini menjadi bagian dari pemahaman kita yang terus berkembang mengenai penumpukan partikel dan potensi efek berbahaya dari mikro dan nano-partikel terhadap kesehatan manusia," tambahnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Perubahan Iklim Bisa Ganggu Kualitas Tidur, Kok Bisa?
Pemerintah
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Koalisi Manajer Aset Net Zero Kembali, Tapi Tanpa Komitmen Iklim 2050
Pemerintah
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
7.500 Peserta Ikuti PLN Electric Run 2025, Ajang Lari Nol Emisi Pertama di Indonesia
BUMN
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
Jangkar Kapal Merusak Terumbu Karang di TN Komodo, Potret Gagalnya Tata Kelola Pariwisata
LSM/Figur
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Studi Ungkap Emisi Penerbangan Nyata Bisa Tiga Kali Lipat Lebih Tinggi dari Kalkulator Karbon
Pemerintah
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
Sektor Pertanian Harus Tumbuh 4,7 Persen Per Tahun Jika Pertumbuhan PDB RI Ingin Capai 8 Persen
LSM/Figur
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di 'Smelter' Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Kemenaker: 104 Kecelakaan Kerja Terjadi di "Smelter" Nikel, SOP hingga K3 Masih Diabaikan
Pemerintah
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Emisi Tak Terlihat dari Colokan Listrik
Pemerintah
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
Pertamina dan KLHK Tanam Ratusan Pohon Produktif di Hulu DAS di Bogor
BUMN
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
Tropenbos Indonesia: Restorasi Gambut Swakelola di Tingkat Tapak Butuh Pendampingan
LSM/Figur
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
KLH Targetkan Dekontaminasi Cikande Selesai Akhir November
Pemerintah
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Puncak Musim Hujan, BMKG Gelar Operasi Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir
Pemerintah
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Menteri LH: Cengkih Terpapar Radioaktif Asal Lampung Tertangani
Pemerintah
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Menyelamatkan Lahan Kritis Indonesia dari Desa: Pelajaran Ekologi dari Perlang
Pemerintah
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
PLTN Pulau Gelasa dan Ujian Tata Kelola Risiko
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau