Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Setiap orangtua ingin anaknya tumbuh menjadi sosok yang berprestasi tinggi.
Inilah mengapa mereka gencar mendaftarkan anak ke berbagai les sepulang sekolah untuk mendapatkan pelajaran tambahan.
Dengan begitu, keterampilan mereka bakal semakin bertambah dan peluang untuk menjadi sukses kelak bakal lebih luas.
Baca juga: Transformasi Gaya Parenting Anak dari 1990 hingga 2020 Menurut Psikolog
Kendati demikian, keinginan orangtua agar anaknya berprestasi tinggi bisa berubah menjadi sebuah beban.
Disadur dari CNBC, Minggu (24/8/2025), ternyata rahasia di balik anak berprestasi tinggi adalah percaya bahwa nilaimu datang dari nilai yang melekat, dan kemampuanmu untuk membuat dampak positif pada dunia.
Inilah yang disebut sebagai "mattering mindset", atau pola pikir "saya berharga".
Pola pikir ini adalah ketika anak tahu mereka dihargai oleh orangtuanya, terlepas dari hasilnya. Mereka dibebaskan untuk mengambil risiko, belajar dari kesalahan, berusaha lebih keras, dan pulih lebih cepat.
Dalam artikelnya, penulis Jennifer Breheny Wallace mengungkapkan, banyak anak muda saat ini termotivasi oleh ketakutan.
"Mereka takut jika mereka gagal, mereka akan kurang dicintai atau diterima, seolah-olah nilai mereka bergantung pada kinerjanya," tulis Wallace.
Pada tahun 2021, Wallace bekerja sama dengan peneliti dari Baylor University untuk menyelidiki dampak dari budaya pencapaian (achievement culture) di kalangan orang dewasa muda.
"Survei kami dari hampir 500 siswa mengungkap temuan yang serius. Lebih dari setengahnya percaya, kasih sayang orangtua naik turun berdasarkan kinerja mereka," ungkap Wallace.
Baca juga: Menghadapi Anak Sulit Diatur Tanpa Harus Bersikap Otoriter, Psikolog Ungkap Caranya
Adapun, hasil survei juga terdapat dalam buku Wallace berjudul "Never Enough: When Achievement Culture Becomes Toxic -- and What We Can Do About It".
Psikolog menyebut ini sebagai "conditional regard", yakni ketika kasih sayang orangtua bergantung pada anak memenuhi harapan tertentu, baik dari segi akademik, atletis, maupun perilaku.
Anak yang dibesarkan dengan pola asuh seperti itu bisa menjadi sangat takut akan kesalahan, sehingga kemunduran kecil pun bisa mengguncang diri mereka.
"Itu dapat mengikis harga diri, mempercepat burnout, dan membuat anak merasa tidak punya tujuan begitu penghargaan berhenti datang, atau rentan terhadap depresi ketika mereka mengalami kemunduran," tutur Wallace.