Uraikan lika-liku Anda mengasuh anak jadi lebih simpel
Kenali soal gaya asuh lebih apik lewat konsultasi Kompas.com
KOMPAS.com - Stunting pada anak kerap dianggap hanya sebatas tinggi badan yang lebih pendek dari seharusnya. Namun, kondisi ini sebenarnya jauh lebih serius karena stunting adalah kondisi kurang gizi kronis yang dialami anak-anak, dilaporkan oleh Kompas.com, Minggu (21/1/2024).
Di Indonesia, angka prevalensi stunting memang menurun dalam 10 tahun terakhir, tapi masih tergolong tinggi. Dilansir dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2024, prevalensi stunting pada tahun 2013 tercatat sebesar 37,6 persen dan berhasil turun menjadi 19,8 persen pada tahun 2024.
Baca juga:
Kondisi yang sama juga terjadi di Jawa Barat. Berdasarkan data SSGI tahun 2024, angka stunting di provinsi ini tercatat sebesar 19,9 persen pada tahun 2024.
Meskipun terjadi penurunan di beberapa wilayah, tantangan tetap ada. Selain karena kurangnya gizi asupan, stunting juga disebabkan karena kurangnya air bersih, fasilitas sanitasi, dan pernikahan dini.
Penyuluhan penekanan angka stunting.Stunting tidak hanya tentang masalah fisik. Anak yang mengalami stunting juga berisiko memiliki daya tahan tubuh lemah, kecerdasan di bawah rata-rata, serta produktivitas yang rendah saat dewasa.
“Dengan terjadinya stunting juga ikut menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan kecerdasan, serta menurunkan harapan hidup anak Indonesia yang kita tahu akan menjadi masa depan sumber daya manusia Indonesia berkualitas,” kata anggota Komisi IX DPR RI, Rany Fahd Arafiq lewat keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
Selain itu, stunting juga berdampak buruk pada masa depan anak ketika dewasa. Anak stunting akan lebih mudah terkena penyakit hipertensi dan diabetes.
Adapun hipertensi merupakan salah satu penyebab serangan strok.
Oleh sebab itu, pencegahan stunting menjadi kunci penting untuk membangun generasi Indonesia yang sehat dan berdaya saing.
Baca juga: