KOMPAS.com – Perceraian bukan sekadar berpisah secara hukum, tetapi juga proses emosional yang panjang dan melelahkan.
Banyak orang merasa kehilangan arah, seolah identitas dirinya ikut tercerabut bersama berakhirnya hubungan pernikahan.
Psikolog Klinis Winona Lalita R., M.Psi., Psikolog mengatakan, setiap individu yang bercerai perlu memberi waktu untuk memulihkan diri dan belajar menata hidup kembali.
Baca juga: Seperti Raisa dan Hamish Daud, Mengapa Banyak Pasangan Terlihat Harmonis tapi Akhirnya Cerai?
Menurutnya, ada tiga hal penting yang dapat membantu seseorang bangkit dari perceraian. Ada apa saja? Simak penjelasan lengkapnya
Langkah pertama untuk pulih setelah perceraian adalah belajar mengelola stres dan rasa kehilangan secara sehat atau coping yang adaptif.
“Coping yang adaptif adalah bagaimana cara seseorang mengelola stres dan kehilangan setelah bercerai,” tuturnya saat diwawancarai Kompas.com, Senin (27/10/2025).
Setelah perpisahan, seseorang perlu menata ulang identitas dirinya karena peran dan rutinitas yang selama ini terbentuk bersama pasangan akan berubah sepenuhnya.
Dengan coping yang adaptif, seseorang belajar untuk menerima kenyataan tanpa menekan perasaannya.
Menangis, menulis jurnal, atau berkonsultasi dengan profesional dapat menjadi cara untuk menyalurkan emosi secara aman.
“Coping yang adaptif ternyata sangat bisa menurunkan risiko depresi, apalagi kalau proses bercerainya sulit atau penuh konflik,” ungkap Winona.
Ia menekankan, kemampuan ini membantu menjaga kesehatan mental tetap stabil di tengah proses yang menantang.
Setelah bercerai, seseorang sering kali merasa kehilangan sosok yang selama ini menjadi teman berbagi cerita dan dukungan emosional.
Baca juga: Raisa Gugat Cerai Hamish Daud, Psikolog Jelaskan Mengapa Perceraian Bukan Kegagalan
Oleh karena itu, Winona menegaskan, penting untuk memiliki sistem dukungan sosial yang kuat.
“Ketika tidak ada pasangan, orang yang bercerai harus punya support system untuk mendukung dan membantu memulihkan diri kembali pasca bercerai. Hal ini bisa berupa support dari teman atau keluarganya,” terangnya.
Dukungan sosial ini bisa datang dari teman, keluarga, sahabat, hingga komunitas yang memahami situasi serupa.