JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Jakarta Pramono Anung mengungkapkan, Jakarta menghasilkan sekitar 8.000 ton sampah setiap harinya.
Namun, fasilitas pengolahan sampah yang tersedia saat ini, di antaranya Refuse-Derived Fuel (RDF) di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, dan Rorotan, Jakarta Utara, baru mampu mengurangi sekitar 2.000-3.000 ton sampah per hari.
“Jakarta sekarang ini tiap hari rata-rata kurang lebih 8.000 ton sampahnya, dan dengan proses yang ada, RDF di Bantargebang maupun Rorotan, mudah-mudahan bisa turun nanti sampai dengan 5.000 sampai 6.000 (ton), itu tidak cukup,” ucap Pramono saat meninjau TPST Bantargebang, Rabu (19/3/2025).
Baca juga: Pramono: Jakarta Butuh Lebih dari Sekadar RDF untuk Atasi 8.000 Ton Sampah Per Hari
Menurutnya, perlu ada solusi lebih efektif dalam mengatasi permasalahan sampah, salah satunya dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) menggunakan incinerator atau alat pembakar limbah padat.
Namun, sampai saat ini belum ada investor yang berani membangun fasilitas tersebut karena kendala pada tarif tipping fee.
“Saya dan Pak Pratikno (Menko PMK) selama 10 tahun menyiapkan Perpres tentang tipping fee, dari dulu harganya tidak bisa berubah. Awalnya 8, 9, 10, 12 sen USD per kWh, terakhir 13,5 sen USD per kWh. Tapi tetap saja tidak ada yang berani membangun PLTSa dengan incinerator," jelasnya.
Pramono menambahkan, jika ada penyesuaian harga tipping fee, hal itu perlu diatur bersama antara pemerintah pusat dan daerah agar menjadi solusi yang efektif, tidak hanya untuk Jakarta, tetapi juga untuk daerah lain di Indonesia.
Pramono juga berharap Instruksi Presiden (Inpres) mengenai pengelolaan sampah segera diputuskan dan tidak ada lagi perubahan pada kebijakan tipping fee, sehingga investor lebih mudah dalam membangun fasilitas RDF.
“Kami sangat menunggu kalau segera bisa diputuskan supaya kita tidak lagi katakanlah hanya membangun RDF,” ungkap Pramono.
Baca juga: Kelakar Zulhas Saat Bertemu Pramono dan Pratikno: Jumpa kalau Menang Enak Ya
Di lokasi yang sama, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menambahkan, saat ini tipping fee masih dibayarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta pemerintah daerah, sehingga tarifnya menjadi lebih mahal.
Beberapa wilayah bahkan membayar hingga 22-28 sen USD per kWh.
“Tarif itu ada yang APBN, ada yang pemerintah daerah. Pemerintah daerah itu disebut tipping fee itu lho. Kalau di jumlah sebetulnya Pak Gubernur, jauh lebih mahal. Kalau di jumlah ya 13,5 sen (USD per KWH) dari tipping fee itu. Jatuh ada yang 22 (sen USD per KWH), ada yang 28 (sen USD per KWH),” ungkap Zulhas.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini