JAKARTA, KOMPAS.com - Hingar bingar lalu lintas tampak tiada henti di sekitar Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2025).
Di antara deru motor dan derap langkah para penumpang, terdapat para pengemudi ojek online yang tengah beristirahat sejenak sambil menanti pesanan masuk melalui gawai mereka.
Salah satu dari mereka adalah Fadli (34), pengemudi ojol sekaligus kurir instan untuk layanan pengiriman paket atau barang pada hari yang sama atau sameday.
Baca juga: Soal Pembatasan Gratis Ongkir, Begini Tanggapan Kurir dan Konsumen
Sudah lima tahun ia menjalani profesi ini, berpindah dari satu aplikasi ke aplikasi lain demi mengejar pemasukan harian.
“Kalau pagi biasanya antar penumpang, siangnya ngambil orderan barang. Kadang kalau rame, bisa sampai 10-12 paket,” ujar Fadli kepada Kompas.com saat ditemui di lokasi, Senin.
Fadli mengaku pengiriman barang dengan skema sameday tidak semudah yang dibayangkan. Selain harus bersaing dengan waktu, ia juga dituntut untuk menjaga barang tetap aman.
“Kalau barang rusak atau telat, bisa kena penalti. Tapi kalau kena macet atau hujan deras, kan kita juga manusia,” katanya.
Meski demikian, ia merasa pengiriman barang sedikit lebih “aman” dibanding mengantar penumpang.
“Kalau barang enggak bisa protes. Penumpang kadang suka ngatur-ngatur rute atau marah-marah kalau telat,” tuturnya.
Baca juga: Cerita Hidup Riskana, Terpaksa Jadi Kurir Paket karena Terbentur Usia dan Lulusan SMA
Senada dengan Fadli, pengemudi ojol lain bernama Siti, ibu dua anak yang tinggal di daerah Cempaka Putih, juga merangkap sebagai kurir sameday sejak tahun lalu. Baginya, mengantarkan barang jauh lebih nyaman ketimbang penumpang.
“Kalau penumpang kan kadang cerewet, marah-marah soal jalan macet. Kalau paket, tinggal antar aja. Kalaupun salah alamat, bisa diatur lewat chat,” ujar Siti.
Namun, tantangan dalam mengantarkan barang untuk sampai ke pelanggan yang dituju tidaklah mudah.
Siti mengaku pernah mengantar barang ke tiga lokasi berbeda di tengah hujan deras, dan salah satunya harus naik ke lantai empat tanpa lift.
“Kalau bawa makanan atau barang pecah belah juga harus ekstra hati-hati. Tapi alhamdulillah, sejauh ini aman,” ucapnya.
Soal penghasilan, Fadli mengungkapkan bahwa sistem bagi hasil tidak selalu berpihak pada kurir. Dari satu pengiriman sameday, ia bisa mendapatkan Rp 8.000 hingga Rp 15.000, tergantung jaraknya.
“Padahal aplikasinya kadang narik ongkos Rp 40.000. Kita cuma dapat sepertiganya,” ungkapnya.
Fadli dan Siti mengaku bahwa dalam sehari mereka bisa meraih penghasilan kotor Rp 200.000–Rp 300.000 jika sedang ramai, tetapi dengan risiko kelelahan tinggi dan pengeluaran harian untuk bensin serta makan di jalan.
Meski penghasilan yang diterima sering kali tidak sebanding dengan lelah yang dirasakan, Fadli dan rekan-rekan sesama kurir tetap berjuang.
“Saya kerja begini buat anak istri di rumah. Kalau bukan kita yang gerak, siapa lagi?” ujar Fadli.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini