Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kilas Balik Kejatuhan Harga Saham Gudang Garam

KOMPAS.com - PT Gudang Garam Tbk, salah satu produsen rokok terbesar di Indonesia, kini didera masalah serius. Penjualan rokoknya terus menurun dari tahun ke tahun.

Perusahaan yang berbasis di Kota Kediri, Jawa Timur ini memang tak sampai mencatat rugi. Namun demikian, laporan kinerja keuangannya mencatatkan penurunan laba sangat signifikan.

Sebagai contoh, pada 2023, Gudang Garam berhasil meraup untung Rp 5,32 triliun. Namun setahun setelahnya atau pada 2024, laba bersih perusahaan tercatat sebesar Rp 980,8 miliar atau anjlok sampai 81,57 persen.

Paling anyar, sepanjang semester I 2025, perusahaan membukukan laba bersih Rp 117,16 miliar. Padahal, selama belasan tahun, Gudang Garam selalu meraup untung di atas Rp 5 triliun setiap tahunnya.

Berikut ini adalah kinerja laba Gudang Garam sepanjang 10 tahun terakhir sebagaimana dikutip dari Laporan Tahunan (Annual Report) perseroan:

Harga saham Gudang Garam

Sudah menjadi fenomena umum, harga saham sebuah perusahaan selalu berkorelasi dengan kinerja keuangannya. Pada penutupan perdagangan Jumat (5/9/2025), harga saham Gudang Garam berada di level Rp 8.800 per lembarnya.

Harga saham Gudang Garam ini sangat berbanding terbalik dengan kinerja sahamnya pada beberapa tahun sebelumnya. Padahal pada awal tahun 2019, harga saham Gudang Garam berada di level Rp 80.000-an.

Misalnya saja pada minggu pertama April 2019, harga saham Gudang Garam tercatat sebesar Rp 83.650 atau hampir menyentuh Rp 90.000 per lembarnya.

Di masa kejayaan industri rokok ini, saham-saham perusahaan rokok, termasuk Gudang Garam, masuk dalam deretan saham dengan harga tertinggi yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.

Harga saham Gudang Garam ini memang terus mengalami penurunan tajam; misalnya, pada pengujung tahun 2024, saham GGRM dijual di level Rp 13.275 per lembar pada perdagangan 30 Desember 2024.

Bahkan pada 8 April 2025, harga saham Gudang Garam pernah menyentuh harga terendah sepanjang 2025, yakni seharga Rp 8.675. Sementara persis setahun lalu, saham GGRM dijual di harga Rp 18.550.

Selama beberapa tahun terakhir, industri rokok memang berada dalam tekanan berlapis. Kenaikan tarif cukai yang hampir selalu terjadi tiap tahun menjadi faktor utama. Harga rokok yang terus naik membuat daya beli konsumen melemah, sehingga penjualan ikut tertekan.

Di sisi lain, Gudang Garam juga harus berhadapan dengan persaingan ketat dari produsen rokok kelas menengah dan kecil, belum lagi menghadapi maraknya peredaran rokok tanpa cukai alias rokok ilegal.

Sejarah Gudang Garam

Sejarah Gudang Garam cukup panjang. Sebelum sebesar saat ini, Gudang Garam awalnya adalah produsen rokok rumahan yang bermula sejak 1956 di Kediri. Usaha ini didirikan Surya Wonowidjojo (Tjoa Ing-Hwie) yang memproduksi kretek kelobot dengan merek Inghwie

Produk rokoknya laris manis di pasaran. Surya Wonowidjojo kemudian mengganti nama usahanya menjadi Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam. Kabarnya, nama Gudang Garam berawal dari mimpi sang pendirinya.

Mengutip situs resminya, Perusahaan Rokok Tjap Gudang Garam kemudian resmi menjadi perusahaan pada 1958. Tiga produk utamanya adalah sigaret kretek klobot (SKL), sigaret kretek linting-tangan (SKT), hingga sigaret kretek linting-mesin (SKM).

Sang pendiri, Surya Wonowidjojo, meninggal pada 28 Agustus 1985. Usaha keluarga ini kemudian diteruskan ke anak-anaknya atau generasi kedua. Sejak tahun 1980-an hingga tahun 2023, bisa dibilang merupakan masa kejayaan perusahaan ini.

Salah satu produk rokok paling larisnya adalah Surya yang namanya diambil dari nama sang pendiri. Rokok Surya, sampai hari ini menjadi produk paling legendaris dari Gudang Garam.

Pada dekade 1980-an, Gudang Garam sudah mengoperasikan pabrik seluas 240 hektare yang memproduksi jutaan batang rokok per harinya. Setoran cukai ke pemerintah pun sangat besar.

Pada 1990-an, Gudang Garam menjelma menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia. Pondasi bisnisnya sangat kuat dengan terus mencetak untung besar. Pada 27 Agustus 1990, Gudang Garam resmi terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Meski melantai ke pasar modal, mayoritas saham Gudang Garam tetap dikendalikan keluarga pendiri melalui PT Suryaduta Investama.

Saat krisis moneter melanda pada 1998, perusahaan ini juga tak tergoyahkan. Pemasok maupun penjualan mayoritas dari dalam negeri membuat perusahaan nyaris tak memiliki utang luar negeri. Selain itu, rokok saat itu bisa dibilang merupakan produk kebal krisis.

Di bawah kendali generasi kedua yang dipimpin Susilo Wonowidjodjo, bisnis Gudang Garam terus berkembang. Perusahaan ini kemudian melebarkan sayap dengan mendirikan PT Surya Kerta Agung yang menggarap bisnis jalan tol.

Tak sampai di situ, melalui anak usahanya yang lain, PT Surya Dhoho Investama (SDHI), Gudang Garam membangun Bandara Dhoho Kediri yang belakangan sampai hari ini masih sepi penerbangan.

https://money.kompas.com/read/2025/09/07/170729226/kilas-balik-kejatuhan-harga-saham-gudang-garam

Terkini Lainnya

Bagikan artikel ini melalui
Oke