KOMPAS.com - Perdagangan saham PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dihentikan atau disuspensi oleh otoritas pasar modal, Bursa Efek Indonesia (BEI).
Dalam surat PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), otoritas bursa terpaksa melakukan suspensi saham WIKA karena perusahaan itu gagal melunasi pembayaran obligasi dan sukuk yang sudah jatuh tempo.
Ketidaksanggupan WIKA dalam membayar tunggakan utang pokok dan bunga ini mengindikasikan adanya permasalahan keuangan maupun dalam kelangsungan usaha BUMN konstruksi tersebut sehingga bisa berdampak negatif pada investor.
WIKA diketahui menerbitkan Obligasi Berkelanjutan II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A senilai Rp 593,95 miliar. Adapun, Sukuk Mudharabah II Wijaya Karya Tahap II Tahun 2022 Seri A memiliki jumlah pokok sebesar Rp412,90 miliar.
Dua surat utang itu jatuh tempo pada 18 Februari 2025. Namun, keterbatasan likuiditas membuat WIKA menunda pembayaran atas keseluruhan nilai obligasi dan sukuk. Alhasil, saham perusahaan kontraktor yang berkantor pusat di Cawang ini disuspensi BEI.
Baca juga: Berapa Utang WIKA Sampai Bikin BUMN Ini Ngos-ngosan?
Dilansir dari laporan keuangan terakhir yang dirilis perusahaan di situs resminya, yakni Laporan Keuangan Triwulan III-2024, total utang WIKA sudah menembus Rp 50,72 triliun.
Utang yang membebani WIKA ini meliputi utang jangka pendek Rp 16,51 triliun dan utang jangka panjang Rp 34,21 triliun. Sementara aset perusahaan tercatat Rp 66,98 triliun.
Pada triwulan III-2024, WIKA memang mencatat laba bersih Rp 696,37 miliar, namun di periode yang sama tahun sebelumnya yakni triwulan III-2023, WIKA mencatat rugi sampai Rp 6,45 triliun.
BUMN karya ini juga sempat membukukan rugi yang cukup besar, misalnya pada 2023 WIKA merugi Rp 7,12 triliun, dan tahun 2022 rugi Rp 59,59 triliun.
Saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI di Senayan, pada Juli 2024, Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito, sempat menyebut dua faktor menjadi penyebab utama pembengkakan kerugian, yakni beban bunga dan beban lain-lain.
Baca juga: Nasib Saham WIKA, 5 Tahun Lalu Rp 2.050, Kini Cuma Rp 204 Per Lembar
Beban bunga meningkat akibat perusahaan harus menerbitkan surat utang (obligasi) untuk urunan membiayai mega proyek Kereta Cepat Whoosh. Beban lain yang ditanggung termasuk beban provisi dan beban administrasi dari utang yang diperoleh WIKA.
“Beban lain-lain ini di antaranya mulai tahun 2022 kami sudah mencatat adanya kerugian dari PSBI atau kereta cepat,” jelas Agung mengutip pemberitaan Kontan.
Sekedar informasi, WIKA sendiri jadi salah satu BUMN yang terlibat dalam proyek Kereta Cepat Whoosh dalam konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Seluruh beban utang pembangunan proyek ini dibebankan ke KCIC.
Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI sebagai pemimpin konsorsium.
Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.