JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Helfi Assegaf mengungkapkan bahwa banyak produsen yang menyunat takaran MinyaKita menggunakan botol sebagai kemasan untuk minyak goreng rakyat tersebut.
“Rata-rata menggunakan botol, karena memang modelnya (botol) macam-macam dan bisa mencuri dari kemasan itu. Dari bentuk kemasan ternyata kalau lebih banyak lekukan, ya lebih banyak mengambil untung,” jelas Helfi di gudang PT Artha Eka Global Asia (AEGA) di Karawang, Jawa Barat, pada Kamis (13/3/2025).
Helfi menambahkan bahwa produsen yang terlibat dalam penyunatan volume MinyaKita sebagian besar merupakan distributor tingkat pertama dan kedua, atau D1 dan D2.
“Rata-rata repacker semua. Ada D1, ada yang D2. Seluruh Indonesia. Ada yang di Gorontalo. Nanti kami sampaikan selanjutnya,” ujar Helfi, yang juga menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri.
Baca juga: Konsumen MinyaKita Dapat Ganti Rugi jika Takaran Tak Sesuai, Ini Caranya
Dalam praktik penyunatan takaran tersebut, produsen dapat meraup untung hingga Rp 3.000 per botol.
“Sedang diaudit untuk mendapatkan kerugiannya. Kalau untuk range-nya sekitar per botol mereka mendapatkan Rp 2.000 sampai Rp 3.000 dari hasil penjualan,” kata Helfi.
Saat ini, Satgas Pangan Polri telah menerima 14 laporan polisi terkait pelanggaran yang dilakukan oleh produsen MinyaKita.
Dari 14 laporan tersebut, Bareskrim Polri telah menetapkan 14 tersangka, yang semuanya menjabat sebagai direktur utama di perusahaan-perusahaan terkait.
“Yang sudah jelas dari 14 perusahaan ya 14 tersangkanya. (Yang tersangka) direkturnya, yang bertanggung jawab. Sesuai Undang-Undang kan direkturnya,” tutup Helfi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini